Pejabat Kuba menuding Twitter, perusahaan media sosial yang bermarkas di Amerika Serikat, melakukan penonaktifan massal. Kritikus pemerintah menyebut kondisi tersebut sebagai ironis, datang dari negara dengan satu sistem partai yang sendirinya melakukan penonaktifan.
Twitter tidak menjelaskan secara spesifik bagaimana pihaknya meyakini akun-akun tersebut melanggar kebijakannya. Namun juru bicara Twitter mengatakan para pengguna tidak boleh memperkuat atau mengacaukan percakapan dengan menggunakan banyak akun.
"Twitter akhirnya mengembalikan akun kami," cuit Mariela Castro, putri Raul Castro sekaligus direktur Pusat Nasional Pendidikan Seks, Jumat.
"Berkat mereka yang menunjukkan solidaritasnya dalam menghadapi agresi media terhadap Kuba."
Sejumlah akun lainnya masih diblokir. Situs milik pemerintah, Cubadebate, menyebutkan semua akunnya dalam berbagai bahasa, serta akun direktur dan wartawan mereka masih diblokir.
"Sudah rahasia umum bahwa dalam berbagai kesempatan, Twitter menempatkan dirinya dalam layanan intelijen dan operasi kebijakan asing pemerintah AS," katanya. "Tidak mengejutkan kami jika ini yang terjadi."
Perusahaan media sosial secara global berada di bawah tekanan untuk membendung aksi pengaruh politik daring terlarang.
Negara Kuba memonopoli ruang publik dan media tradisional. Sementara itu outlet media teratas milik pemerintah memilik profil berbeda, mereka kerap mempublikasi artikel yang mirip atau bahkan berbeda.
Sumber: Reuters
Baca juga: Terlibat Mata-mata Kuba, Bekas Pejabat AS Divonis Seumur Hidup
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2019