Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Kenten Palembang Nuga Putrantijo di Palembang, Rabu, mengatakan prediksi tersebut bisa saja lebih cepat jika terjadi dinamika atmosfer yang mempengaruhi arah angin.
"Tapi potensi awan di Sumsel masih relatif kecil atau tipis, jadi belum ada indikasi hujan," ujar Nuga kepada ANTARA.
Menurut dia dinamika atmosfer di Sumsel saat ini masih terpantau normal musim kemarau dengan indikasi tidak adanya el nino dan la nina, kemudian interaksi angin Indonesia dan Afrika juga masih terpantau normal.
Indikasi tersebut di dukung dengan adanya perubahan dinamika atmosfer yang signifikan, kata dia, yakni suhu muka laut di Indonesia cenderung dingin, menyebabkan uap air intensitasnya kecil dengan potensi angin masih cukup kencang di atmoser, sehingga pumpunan awan tidak terjadi dan membuat potensi hujan kecil.
Selain itu, arah angin masih dominan dari arah tenggara Australia yang saat melewati garis khatulistiwa akan berbelok ke tekanan rendah di atmosfer Filiphina dan Jepang, akibatnya uap air dari Sumsel tertumpuk di sekitar Filipina dan Jepang.
Namun saat ini matahari sudah bergerak mendekati garis khatulistiwa, jika matahari berada tepat di garis tersebut maka terjadi musim pancaroba, lalu bila matahari sudah melewati garis khatulistiwa menuju selatan belahan bumi maka pergerakan uap air akan berubah dari Filipina ke Sumsel.
"Prediksi kami pertengahan Oktober awal musim hujan, tapi kami masih perhatikan dinamika atmosfernya, mudah-mudahan hujan turun tidak terlalu lama lagi di Sumsel," tambah Nuga.
Turunnya hujan memang saat ini sangat diharapkan masyarakat agar dapat memadamkan kebakaran hutan dan lahan yang sudah memaparkan asap tiga pekan terakhir, sehingga kualitas udara fluktuatif tidak sehat.
Baca juga: BMKG minta waspadai smog pasca-hujan tiga hari terakhir di Sumsel
Baca juga: Kabut asap pekat selimuti Palembang akibatkan udara tidak sehat
Pewarta: Aziz Munajar
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2019