• Beranda
  • Berita
  • Ketua Iluni nilai revisi UU KPK tidak libatkan publik

Ketua Iluni nilai revisi UU KPK tidak libatkan publik

18 September 2019 11:16 WIB
Ketua Iluni nilai revisi UU KPK tidak libatkan publik
Arsip: Ketua Umum ILUNI UI periode 2016-2019 Arief Budhy Hardono (kanan) menyerahkan bendera kepada Andre Rahadian (Fakultas Hukum UI 1991) yang terpilih sebagai Ketua Umum ILUNI UI 2019-2022 dalam Sidang Musyawarah Nasional (Munas) VIII ILUNI UI 2019 yang digelar pada Minggu, 25 Agustus 2019 di Lapangan Parkir Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. (Foto dokumentasi iluni ui)
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) Andre Rahadian menyatakan menyayangkan proses pembahasan dan persetujuan revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK menjadi undang-undang terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan publik.

"Proses revisi UU KPK berjalan sangat cepat dan tidak melibatkan publik. Seharusnya, proses pembahasan hingga persetujuannya mengutamakan keterbukaan, termasuk menerima masukan dari masyarakat," kata Andre Rahadian melalui siaran persnya di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, DPR RI melalui rapat paripurna, Selasa (17/9), telah menyetujui RUU KPK RI menjadi undang-undang dengan merevisi tujuh poin perubahan, antara lain, kedudukan lembaga KPK, pelaksanaan penyadapan, mekanisme penghentian penyidikan, koordinasi KPK dengan lembaga penegak hukum lain, mekanisme penggeledahan dan penyitaan, serta kepegawaian KPK.

Andre menjelaskan, DPR tidak memberikan ruang kepada KPK untuk turut memberikan masukan pada proses pembahasan RUU KPK. "Lazimnya, KPK diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan kepada DPR RI saat proses perumusan dan pembahasan," katanya.

Baca juga: Ahli hukum: Presiden dapat segera lantik pimpinan KPK baru

Baca juga: Laode Syarif: Menkumham bohong soal akan pertemukan KPK dengan DPR

Baca juga: KPK tegaskan terus berikhtiar melawan korupsi


Alumni Fakultas Hukum UI ini menambahkan, DPR RI tidak memberikan ruang kepada publik untuk menyampaikan masukan-masukan. Padahal, kata dia, KPK adalah lembaga penting dan terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. "Proses perumusan dan pembahasan RUU seharusnya berjalan dengan transparan. Publik memiliki hak untuk ikut memberikan masukan dalam proses perumusannya," katanya.

Dengan adanya masukan dari KPK selaku instansi terkait dan dari publik, menurut dia, UU yang dirancang dan dibahas DPR RI bersama pemerintah ini bisa lebih fit dengan kebutuhan masyarakat kita dan situasi terkini.

Sementara itu, pengamat politik dari Manilka yang juga alumni UI, Herzaky Mahendra Putra, menambahkan, revisi UU KPK menimbulkan kontroversi karena, tidak melibatkan publik. "Revisi UU KPK ini cenderung melemahkan kewenangan KPK, misalnya penghapusan keberadaan penyidik independen, serta penyadapan yang meminta izin dari dewan pengawas," katanya.

Herzaky menilai, pada revisi UU KPK ini ada persepsi yang disuarakan DPR dan Pemerintah dengan persepsi publik. "Kalau DPR dan Pemerintah mempersepsikan untuk penguatan KPK, tapi persepsi publik adalah upaya melemahkan KPK," katanya.
 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019