Arkeolog Syahruddin Mansyur di Ambon, Kamis, mengatakan dirinya dan tim telah mengidentifikasi sebuah bangunan pertahanan militer masa lalu di bagian barat Pulau Tidore, yang oleh masyarakat setempat disebut dengan Benteng Toloa.
Bangunan tersebut memiliki ciri konstruksi bangunan pertahanan militer khas Eropa yang banyak digunakan pada masa pertengahan abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-19, yakni benteng dengan bastion atau selekoh pada empat penjuru mata angin.
Baca juga: Balai Arkeologi tinjau temuan gambar cadas di Seram Bagian Barat
Baca juga: Balai Arkeologi Maluku telusuri tradisi megalitik di Halmahera
Selekoh adalah sudut atau penjuru benteng yang difungsikan sebagai tempat untuk meletakkan senjata berat, seperti meriam dan juga artileri. Selekoh umumnya dibangun sama tinggi dengan benteng tapi menjorok keluar dari dinding benteng.
Menariknya, kata Syahruddin, kendati berciri Eropa, tidak ada catatan maupun sumber sejarah yang menyebutkan kalau bangsa Eropa pada masa lalu pernah membangun benteng pertahanan di Toloa.
"Benteng dan konstruksi yang sama dengan bangunan perbentengan Eropa, memiliki bastion. Dari penelusuran kami, sejauh ini tidak ditemukan sumber-sumber sejarah baik itu Portugis, Spanyol maupun Hindia-Belanda yang menyebut tentang keberadaan benteng itu," ucap Syahruddin.
Menurut dia, besar kemungkinan Benteng Toloa adalah bangunan pertahanan lokal yang dibangun sendiri oleh Kesultanan Tidore dengan bantuan Spanyol, mengingat kesultanan Tidore di masa pemerintahan Sultan Mansyur pernah menjalin kerjasama dagang dengan Spanyol pada 1521.
Pembangunan benteng tersebut juga disebutkan ada hubungannya dengan rivalitas antara Kesultanan Tidore dan Ternate terkait jalur rempah, yang mana pada masa itu pihak Kesultanan Ternate menjalin kerjasama dagang dengan Portugis dan kongsi dagang Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie - VOC).
"Sangat mungkin benteng ini dibangun oleh pihak Kesultanan Tidore sebagai bangunan pertahanan, karena saat itu terjadi rivalitas antara pihak Tidore dengan Ternate, juga untuk menjaga serangan-serangan dari bangsa Eropa lainnya," ujar Syahruddin.
Dikatakannya lagi, Benteng Toloa berhasil diidentifikasi tim arkeolog yang dikoordinir olehnya pada Agustus 2019, saat berupaya melacak lokasi-lokasi yang diduga memiliki hubungan dengan pusat Kesultanan Tidore di masa lalu.
Berada tak jauh dari fondasi Kadato Biji Negara, kedaton lama kesultanan Tidore di Toloa, kondisi Benteng Toloa saat pertama kali ditemukan tampak rusak akibat tergerus usia dan faktor alam, karena ditumbuhi pepohonan dan sebagian bangunan telah tertutup rumput liar dan dedaunan menjalar.
Belum diketahui apakah benteng tersebut sama seperti Kadato Biji Negara yang ditinggalkan begitu saja ketika pusat pemerintahan Kesultanan Tidore oleh Sultan Syaifuddin dialihkan dari Toloa ke Soa Sio, bagian timur Pulau Tidore sekitar pertengahan abad ke-17.
"Berbeda dengan lokasi fondasi Kadato Biji Negara yang jadi komplek pemakaman umum dan harus diekskavasi, kondisi benteng bisa langsung diidentifikasi, bastion di sisi timur dan barat masih ada, hanya di sisi utara dan selatan sudah mulai hilang," katanya.
Baca juga: Balai Arkeologi lacak peninggalan negeri-negeri lama Maluku
Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019