Rencana kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen pada 2020 dinilai terlalu tinggi dan akan berimbas terhadap ekonomi petani tembakau, kata Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji.Kami usulkan kenaikan sekitar 10 sampai 13 persen saja.
"Kami usulkan kenaikan sekitar 10 sampai 13 persen saja," kata Agus di Temanggung, JawavTengah, Jumat.
Ia mengatakan, sebagai penyedia bahan baku utama rokok kretek, petani belum mendapatkan perlindungan sesuai harapan.
"Baik perlindungan dalam soal budi daya, pascapanen, dan penjualannya, sehingga posisi sangat rentan untuk ditekan," katanya.
Menurut Agus, pascapengumuman rencana kenaikan cukai tersebut, penyerapan tembakau petani oleh pabrikan rokok menjadi lamban.
Baca juga: Pengusaha rokok kecil di Kudus terima kenaikan tarif cukai rokok
"Rencana kenaikan diumumkan saat panen raya tembakau, dampak paling kami rasakan saat ini adalah goyangnya kebijakan industri hasil tembakau, yang pada ujungnya juga menggoyang perekonomian petani karena penyerapan bahan baku menjadi lamban," katanya
Ia menyampaikan rencana kenaikan cukai sebesar 23 persen berpotensi menurunkan pasar rokok bercukai resmi sehingga pabrikan membatasi pembelian bahan baku, terutama tembakau hasil petani lokal.
Ia mengatakan proses penyerapan di lapangan menjadi tersendat dan tidak hanya d Temanggung, tetapi juga di seluruh Indonesia. Harga juga stagnan, bahkan cenderung turun, padahal secara kualitas tembakau hasil panen tahun ini meningkat, dari tahun lalu.
Ia menuturkan kenaikan cukai rokok merupakan sebuah keniscayaan. Pengaturan cukai rokok bukan menjadi ruang APTI, akan tetapi menjadi ruang industri tembakau atau industri rokok.
Namun, dia meminta kenaikan cukai tidak terlalu tinggi karena membebani pabrik rokok nasional dan berimbas terhadap ekonomi petani.
Baca juga: PBNU: kebijakan cukai rokok Jangan beratkan petani tembakau
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019