• Beranda
  • Berita
  • Wabup Mimika akui alam Papua berbahaya bagi penerbangan

Wabup Mimika akui alam Papua berbahaya bagi penerbangan

20 September 2019 13:08 WIB
Wabup Mimika akui alam Papua berbahaya bagi penerbangan
Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob. ANTARA/Evarianus Supar/pri

ini pesawat tipe terbaru di kelasnya dan belum setahun beroperasi

Papua dikenal berbahaya bagi penerbangan, karena medan geografisnya yang bergunung-gunung tinggi dan terjal disertai  kondisi cuaca yang sangat cepat berubah, kata Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob.

Hal itu menyebabkan seringnya terjadi kecelakaan penerbangan di Papua, kata Johannes yang lebih dari 30 tahun bekerja di Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan itu di Timika, Jumat.

"Dalam dunia penerbangan, Papua dikenal sebagai 'dangerous area in the world' sehingga untuk terbang di Papua maka tidak boleh lengah, tidak boleh over confidence dan harus memperhatikan semua prosedur keselamatan penerbangan. Ini penting,"  katanya.

Pemerintah Kabupaten Mimika Papua, lanjut dia, menyatakan prihatin dengan musibah yang menimpa pesawat Twin Otter DHC 6 seri 400 dengan nomor registrasi PK-CDC milik PT Carpediem Air yang hilang kontak di pedalaman Papua sejak Rabu (18/9).

Baca juga: Pencarian pesawat hilang di Papua terkendala cuaca berkabut tebal


Ia mengatakan jajarannya berharap pesawat nahas tersebut segera ditemukan dan para awak bersama penumpang bisa ditemukan dalam kondisi hidup.

"Yang pasti kami semua prihatin dengan kejadian musibah ini, apalagi pesawat ini mengalami musibah saat terbang dari Timika ke Ilaga. Ini kecelakaan penerbangan kedua dari Timika ke Ilaga setelah tiga tahun lalu pesawat Carebouw milik Pemkab Puncak yang dioperasikan Trigana Air juga mengalami lost contact," kata Johannes.

Karena tu diharapkan semua yang bekerja dalam bidang penerbangan harus mengutamakan prosedur, mengutamakan pentingnya pelayanan keselamatan penerbangan dan memperhatikan saksama semua yang berkaitan dengan operasional penerbangan, ujarnya.

Johannes mengaku saat terjadi insiden hilang kontak pesawat Twin Otter PK-CDC pada Rabu (18/9) itu, dirinya juga tengah dalam perjalanan dengan pesawat Garuda Indonesia dari Timika menuju Jayapura.

Saat itu, katanya, kondisi cuaca di wilayah pegunungan Papua sangat cerah sehingga penumpang pesawat Garuda Indonesia bisa dengan jelas melihat deretan pegunungan yang menjulang tinggi di wilayah pegunungan tengah Papua.

Baca juga: Empat armada pesawat cari pesawat hilang di Papua


Bahkan pesawat berbadan kecil yang melayani penerbangan kargo barang dan penumpang ke wilayah pedalaman juga bisa terlihat dengan jelas oleh penumpang pesawat Garuda Indonesia rute Timika-Jayapura yang terbang pada ketinggian lebih dari 20 ribu kaki.

 Sampai sekarang pihaknya belum mengetahui  penyebab kecelakaan pesawat Twin Otter PK-DHC. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan penerbangan, bisa karena alasan teknis, bisa berkaitan dengan operasional ruang udara terutama karena kondisi cuaca, bisa juga karena faktor manusia, ujarnya.

"Dari sisi pesawat, saya mendapat informasi bahwa ini pesawat tipe terbaru di kelasnya dan belum setahun beroperasi di Papua, kalau soal maintenance pesawat ini tentu mendapat perhatian penuh oleh pihak maskapai," ujar Johannes.

Terkait insiden yang menimpa pesawat Twin Otter PK-CDC tersebut, pada Jumat pagi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah mengirim seorang stafnya ke Timika untuk melakukan penyelidikan.

Pesawat Twin Otter DHC6-400 PK-CDC dinyatakan hilang kontak dalam penerbangan dari Timika, Kabupaten Mimika, menuju Ilaga, Kabupaten Puncak pada Rabu (18/9) pukul 10.56 WIT.

Pesawat tersebut dikemudikan Kapten Pilot Dasep Ishak dengan Copilot Yudra Tetuko dan mekanik Ujang Suhendar membawa serta seorang penumpang yaitu Bharada Hadi Utomo yang merupakan anggota Brimob.

Pesawat nahas tersebut diketahui mengangkut beras bulog dari Timika ke Ilaga dengan kapasitas muatan mencapai 1.700 kilogram.


Baca juga: Pesawat hilang kontak angkut beras 1.700 kg ke Ilaga

 

Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019