"Atas sikap Presiden Joko Widodo tersebut, ICJR memberikan apresiasi terhadap langkah yang diambil Presiden ini," ujar Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Baca juga: RUU KUHAP dan KUHP tak selesai sampai akhir jabatan DPR
Dia menilai langkah yang diambil oleh Jokowi sangat tepat, karena dalam draf RKUHP yang ada saat ini masih banyak pasal-pasal kontroversial yang perlu dibahas lebih mendalam dan diperbaiki.
Lebih lanjut Anggara mengatakan, pihaknya mendorong Jokowi untuk membentuk Komite Ahli Pembaruan Hukum Pidana yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Baca juga: Bagir Manan pertanyakan pembahasan RUU KUHAP-KUHP
Komite tersebut harus diisi oleh kalangan dari akademisi dan ahli dari seluruh bidang ilmu terkait, seperti kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan masyarakat serta masyarakat sipil.
Dia mengatakan keberadaan komite tersebut penting untuk menjaga kebijakan hukum pidana yang dibuat di dalam Pemerintahan.
Baca juga: Muladi: tidak ada "kongkalikong" dalam RUU KUHP
"Supaya selalu sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional dan dibahas secara komprehensif yang mendapatkan dukungan luas dari masyarakat," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta DPR RI untuk menunda pengesahan RUU KUHP, untuk mendalami kembali sejumlah materi pasal dalam peraturan tersebut.
Baca juga: Menkumham: pembahasan RUU KUHAP cukup waktu
"Untuk itu saya perintahkan Menkumham selaku wakil pemerintah untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda," kata Presiden dalam jumpa pers di Ruang Garuda, Istana Kepresidenan Bogor pada Jumat.
Presiden menilai terdapat sekitar 14 pasal yang harus ditinjau ulang. Jokowi berharap pengesahan RUU KUHP itu dilakukan oleh DPR pada periode 2019-2024.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019