Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Ansori, Jumat, mengatakan 42 juta liter air tersebut ditumpahkan oleh tujuh unit helikopter yang telah menjatuhkan 380 kali bom air.
"Intensitas bom air mulai meningkat sejak akhir Agustus seiring peningkatan titik api," ujar Anshori kepada Antara.
Menurut dia saat ini heli pembom air mulai menghadapi masalah serius berupa mendangkalnya sumber air yang biasa digunakan untuk memadamkan karhutla, sehingga para pilot helikopter harus mencari sumber air yang lebih dalam agar terangkat oleh bucket air.
Selain itu, tidak semua helikopter pembom air dioperasikan setiap hari, dari tujuh helikopter yang ada hanya enam unit digunakan setiap hari, satu helikopter harus pemeliharaan secara bergantian.
"Memang tidak bisa semuanya, sesuai ketentuan penerbangan harus ada yang pemeliharaan (maintenance)," tambahnya.
Sementara jumlah hotspot dalam pantauan LAPAN terus meningkat signifikan, kata dia, setidaknya selama rentang 1 Januari - 19 September 2019 sudah tercatat 6.416 hotspot.
Peningkatan terjadi signifikan pada Agustus sebanyak 1.308 hotspot dan September sebanyak 4.541, jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat karena masih banyak lahan yang terbakar.
"Hari ini saja terdeteksi 275 hotspot dengan tingkat kepercayaan 80 persen yang banyak tersebar di OKI dan Muba," demikian Anshori.
Baca juga: Walhi: Karhutla Riau ancam target penurunan emisi
Baca juga: Sumsel siapkan insentif Satgas Karhutla Rp4 miliar
Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019