• Beranda
  • Berita
  • Asap Karhutla - SBI Kalsel bentuk satgas darurat iklim untuk bekantan

Asap Karhutla - SBI Kalsel bentuk satgas darurat iklim untuk bekantan

20 September 2019 20:41 WIB
Asap Karhutla - SBI Kalsel bentuk satgas darurat iklim untuk bekantan
ARSIP: Seekor bekantan jantan berteriak di Kawasan Konservasi Bangrove dan Bekantan di Tarakan, Kaltim, Selasa (19/3/2013). Bekantan (nasalis larvatus) merupakan primata yang dilindungi dan merupakan hewan khas Kalimantan yang kini jumlah habitatnya semakin sempit. ANTARA FOTO/Yusran Uccang/Koz/mes/aa.

Kondisi ini sangat rawan konflik, yang ujung-ujungnya bekantan menjadi korban, karena dianggap hama oleh sebagian masyarakat

Yayasan Sahabat Bekantan (SBI) Kalimantan Selatan membentuk satuan tugas darurat iklim di wilayah itu untuk menyelamatkan bekantan, binatang hidung panjang khas Kalimantan tersebut, dari dampak kebakaran hutan dan lahan.

Ketua Yayasan SBI Amalia Rezeki di Banjarmasin, Jumat, mengatakan satgas darurat iklim tersebut dibentuk sebagai upaya menyelamatkan bekantan (Nasalis larvatus ) akibat kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sejak beberapa pekan terakhir di Kalsel.

Ia mengatakan kekeringan dan kabut asap karhutla yang menyelimuti Pulau Curiak dan Stasiun Riset Bekantan (ekosistem lahan basah) yang dihuni oleh satwa dilindungi tersebut, dikhawatirkan memengaruhi kehidupan kawanan primata eksotik endemik Borneo itu.

"Sudah sekitar tiga minggu kawanan primata tersebut, hampir kehilangan asa. Pohon rambai yang menjadi pakan utamanya, berangsur meranggas," katanya sebagaimana rilis dari SBI.

Baca juga: SBI lepas liarkan lagi kera bekantan

Selain itu, air sungai yang menjadi sumber minumnya pun berasa asin, akibat intrusi air laut yang masuk hingga sungai-sungai kecil di kawasan Pulau Curiak, Barito Kuala, akibat musim kemarau yang berkepanjangan.

"Kami sangat prihatin melihat kondisi seperti ini. Untuk itu, kami membentuk tim satgas darurat iklim bagi upaya penyelamatan satwa di kawasan Pulau Curiak," katanya.

Tugas satgas, kata Amalia Rezeki usai mengikuti Kongres Primata Indonesia di Gadjah Mada University Club Hotel, Yogyakarta itu, selalu memantau kondisi dan keberadaan bekantan serta lutung kelabu ( Trachypithecus cristatus ) yang berada di kawasan Stasiun Riset Bekantan di Pulau Curiak.
 
Bekantang (ANTARA/HO/SBI)


Menurut dia, kabut asap karhutla mengandung partikel berbahaya bagi kesehatan tubuh, tak terkecuali satwa seperti bekantan dan lutung kelabu yang memiliki kemiripan genetik dengan manusia.

Partikel berbahaya tersebut, kata dia, bila dihirup terus menerus dapat mengganggu pernapasan dan merusak paru-paru, tak terkecuali bagi kawanan bekantan dan lutung kelabu.

Untuk menghindari upaya migrasi dari kawanan primata ikon kebanggaan Provinsi Kalimantan Selatan itu, tim satgas menyediakan pakan tambahan di-"feeding" area dan bak air tawar bersih untuk memenuhi asupan kawanan bekantan dan lutung kelabu.

"Ini terpaksa kami lakukan, karena luasan kawasan Pulau Curiak yang kecil dan daya dukung pakannya semakin berkurang akibat pohon rambai sebagai sumber pakan utamanya meranggas," kata Abdan, anggota satgas yang melakukan pemantau setiap hari di kawasan Stasiun Rriset Bekantan Pulau Curiak.

Pengalaman membuktikan migrasi kawanan primata, khususnya bekantan, biasa berujung pada konflik dengan warga di sekitarnya.

Oleh karena terdesak untuk mencari sumber pakan, akhirnya mengantarkan kawanan bekantan tersebut masuk perkebunan warga, bahkan sampai pemukiman masyarakat.

"Kondisi ini sangat rawan konflik, yang ujung-ujungnya bekantan menjadi korban, karena dianggap hama oleh sebagian masyarakat," katanya.

Ia mengakui peran satgas diperlukan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat sekitar kawasan habitat bekantan, akan pentingnya pelestarian bekantan dan menjaga habitatnya bagi keberlanjutan ekosistem lahan basah yang harmonis.

Baca juga: SBI minta kembangkan ekowisata Bekantan di Pulau Bakut
Baca juga: SBI lepas liarkan bekantan ke habitatnya

 

Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019