"Api muncul kan tidak mungkin terjadi begitu saja tanpa ada manusia yang membawa api itu," kata dia saat bincang "Polemik" di Jakarta, Sabtu.
Dia mengatakan kebakaran hutan sering kali berkaitan dengan aktivitas perkebunana, korporasi dan masyarakat sering membuka lahan dengan cara membakar hutan karena hal tersebut adalah cara paling gampang dan murah.
Oleh sebab itu cara pandang berpikir korporasi dan masyarakat harus diubah dan memberikan penegakan hukum kepada siapa saja yang melakukan pembakaran.
Baca juga: KLHK segel perusahaan asing kasus kebakaran hutan dan lahan
Kemudain dia mengatakan kebakaran lahan juga terjadi karena ada ekosistem gambut yang rusak yang juga disebabkan oleh aktivitas manusia.
"Ekosistem gambut rusak karena ada perkebunan baik dari masyarakat mau pun korporasi. Mereka biasanya mengubah gambut dari basah menjadi kering agar bisa ditanam," kata dia.
Dia mengatakan KLHK sejak 2015 telah menerapkan sanksi baik adminsitratif mau pun pidana kepada korporasi yang melanggar aturan tersebut.
Dia mengatakan pihaknya juga telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum seperti polisi dan pengadilan tinggi negeri untuk menindak pelaku pembakaran hutan.
Baca juga: Polda Kalbar proses 66 kasus Karhutla
Menurut dia, beberapa kasus yang telah memberikan efek jera kepada pelaku, namun beberapa pelaku yang telah diberikan sanksi pada 2015 masih berani melakukan pembakaran hutan saat ini.
Salah satu faktor tidak adanya efek jera kepad pelaku karena hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku terbilang ringan, menurut Rasio hal itu karena pengadilan tinggi negeri belum mempunyai pengalaman dalam menangani kasus tersebut.
Dia mengatakan pada 2015 sebanyak 65 perusahaan telah ditetapkan bersalah, di mana hanya tiga perusahaan yang dicabut izinnya, sementara sisnya diberikan sanksi administratif.
Baca juga: Kalteng belum terima bantuan logistik kesehatan dari korporasi
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019