"Karena saat dibuka daftar negatif investasi tiba-tiba kita menjadi pemain dunia, pasar kita juga menarik untuk dunia," ujar Triawan ditemui usai gelaran Akatara di Jakarta, Sabtu.
Industri perfilman dikeluarkan dari DNI pada 2016. Hal ini berarti siapa pun di dunia dapat berinvestasi dalam sektor film di Indonesia.
Dibukanya investasi dana asing, menurut Triawan, juga mendatangkan suasana kompetitif di antara praktisi film lokal agar dilirik penanam modal.
Sementara, pratktisi film luar, dalam hal ini perusahaan maupun sutradara asing, telah melihat Indonesia sebagai pasar yang besar.
"Mereka melihat pasar Indonesia melalui pengembangan film nasional, dan itu yang paling penting, dan itu membuka Indonesia menjadi pasar dunia," kata Triawan.
Triawan berharap agar dampak ekonomi dari industri perfilman menjadi lebih besar dibanding saat ini.
"Bayangkan saja jumlah penontonnya cuma 16 juta penonton tahun 2015, sekarang sudah hampir 52 juta penonton, berarti ada peningkatan kontribusi terhadap ekonomi nasional," ujar dia.
Meski angka kontribusi film, menurut Triawan, masih belum terlalu besar jika dibandingkan dengan sektor ekonomi kreatif lainnya, film memiliki snowball efect terhadap industri lain.
"Ini punya efek yang tidak hanya kepada film, tetapi juga kepada musik, kepada segala hal yang mendukung sebuah industri perfilman, produksi, dan ekosistem perfilman," kata ayah aktris Sherina Munaf itu.
Oleh karena itu, agar film dapat mendatangkan nilai ekonmi yang besar, menurut Triawan, jumlah layar menjadi sangat penting untuk menampung antusiasme penonton.
"Jumlah layar sekarang lebih dari 2.000, idealnya lebih dari 5.000 sekarang. Dan, saya yakin itu akan bertambah," ujar Triawan.
Baca juga: Pemerintah siapkan finalisasi revisi peraturan DNI
Baca juga: Peneliti: Relaksasi DNI, jangan korbankan pelaku industri kecil
Baca juga: Wapres katakan relaksasi DNI tidak ancam usaha kecil
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019