"Saya menciptakan pipet (sedotan) bambu bergambar wayang sejak sekitar sebulan lalu, dan langsung mendapat pesanan dari sejumlah restoran di Buleleng dan Karangasem," kata Gede Suarsa saat ditemui di rumahnya, Minggu.
Baginya, kerajinan pipet bambu yang ditekuninya saat ini memang merupakan upaya untuk menangkap peluang setelah Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan Pergub tentang Pembatasan Timbunan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Baca juga: Tak ada lagi tas dan sedotan plastik di Kanada
Baca juga: Sehari 93 juta sedotan plastik digunakan di Indonesia
Sebelumnya, ia sempat menekuni sejumlah usaha kerajinan. Tahun 2005, ia sempat menekuni kerajinan batok kelapa, namun karena bahan-bahannya susah diperoleh, secara perlahan ia beralih menekuni kerajinan bambu dengan hiasan gambar wayang.
"Awalnya, saya membuat suvenir gantungan kunci dan pulpen dari bambu, namun kemudian saya mencoba untuk membuat pipet," katanya.
Baru sebulan menciptakan pipet bambu bergambar wayang, Gede Suarsa mengaku langsung mendapat pesanan dari sejumlah restoran.
"Baru saja saya mengirim lima lusin pipet yang dipesan sebuah restoran di kawasan wisata Amed di Karangasem, dan kini saya sedang menyiapkan 600 buah pipet yang dipesan restoran di Sambangan, Buleleng," ujarnya.
Pipet yang dibuat Gede Suarsa terdiri dari dua jenis. Jenis yang pertama dibuat khusus untuk cocktail dengan panjang 13 centimeter dengan diameter 3 milimeter. Jenis kedua untuk minuman jus dan sejenisnya dengan panjang sekitar 25 centimeter.
Pipet itu digambar satu per satu dengan gambar wayang berbagai jenis. "Gambar yang paling disukai biasanya gambar wayang Arjuna, Krisna dan Dewa Wisnu," katanya.
Bambu seruling
Soal harga, kata Gede Suarsa, juga bervariasi dari Rp1.500 hingga Rp4.000 per buah, tergantung jumlah pesanan dan jenis pipetnya. Jika ada pesanan khusus dengan gambar yang tidak rumit, biasanya ia juga meminta tambahan harga.
"Kalau sudah langganan, saya biasanya tak begitu patok harga tinggi. Karena bambu untuk sementara ini masih saya dapatkan dengan harga murah, bahkan kadang gratis," katanya.
Menurut Suarsa, bambu yang digunakan adalah bambu kecil yang di Bali yang biasa disebut bambu buluh. Bambu itu biasanya dipilih untuk membuat seruling. Bambu itu diperolehnya dari semak-semak di tepi sungai atau dari tegalan.
"Karena pesanan meningkat, kini saya mengontrak bambu di sebuah tegalan milik tetangga yang bisa saya ambil sepanjang masa kontrak," katanya.
Yang menarik, wayang itu tidak dilukis dengan menggunakan cat atau pewarna, melainkan dilukis dengan besi runcing yang panas oleh listrik. Ujung besi itulah yang diguratkan untuk menciptakan lukisan sesuai bentuk yang diinginkan.
"Alat ini saya rancang sendiri. Memang ada yang menjual secara daring (online), namun ujung besinya terlalu besar sehingga tak bisa dipakai melukis pada bidang yang kecil," katanya.
Suarsa mengatakan, pekerjaan yang agak sulit adalah melukis wayang pada permukaan bambu.
"Yang susah adalah melukis wayang dengan garis-garis tipis pada permukaan bambu yang melingkar atau silinder, bukan permukaan yang datar, seperti melukis di atas kertas, tapi saya senang melakukannya," ucapnya.
Baca juga: 6 barang alternatif eco-friendly pengganti plastik
Pewarta: Naufal Fikri Yusuf/Made Adnyana
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019