Menurut satu pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya, Khan --yang berbicara dalam satu acara di Universitas Pertahanan Nasional Islamabad-- mengatakan, "Sekretaris Jenderal PBB berusaha memelihara keseimbangan palsu antara Pakistan dan India melalui pernyataannya yang sangat hati-hati mengenai pencaplokan Kashmir yang diduduki oleh India."
Pernyataan presiden Kashmir-Pakistan tersebut dikeluarkan beberapa hari setelah pemimpin PBB itu pada Rabu (18/9) mengatakan, "Saya menyampaikan pendapat jelas bahwa hak asasi manusia harus sepenuhnya dihormati di wilayah tersebut."
Selama taklimat di luar Sidang Majelis Umum ke-74 PBB di New York, Sekretaris Jenderal PBB itu ditanya bagaimana ia akan mengeluarkan pernyataan dan "bertindak untuk menyelesaikan krisis (Kashmir) ini".
Namun, Khan mengatakan rakyat di wilayah sengketa Jammu dan Kashmir telah terputus dari belahan lain dunia sejak 5 Agustus, akibat larangan orang keluar rumah dan blokade media, demikian laporan Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Minggu.
Dari 1954 sampai 5 Agustus 2019, Jammu dan Kashmir menikmati status khusus berdasarkan undang-undang dasar India, yang mengizinkannya melaksanakan hukumnya sendiri. Ketentuan tersebut juga melindungi hukum kewarganegaraan wilayah itu, yang melarang orang luar tinggal dan memiliki tanah di wilayah tersebut.
India dan Pakistan, keduanya, menguasai beberapa bagian Kashmir dan mengklaim seluruh wilayah itu. China juga menguasai sebagian wilayah sengketa tersebut, tapi India dan Pakistan lah yang telah dua kali terlibat perang gara-gara Kashmir.
Baca juga: Pakistan peringatkan soal "genosida" di Kashmir
Baca juga: Pakistan minta India taati 11 resolusi PBB terkait Kashmir
Baca juga: Pakistan tuduh India lepaskan tembakan di perbatasan Kashmir
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2019