Dinas Perhubungan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, akan menyiapkan bus sekolah sebagai upaya mengurangi kemacetan lalu lintas terutama di Jalan Pejanggik saat berangkat dan pulang sekolah dan para siswa cukup membayar bus dengan membawa sampah plastik.Dari pada dibuang, lebih baik dibawa naik bus untuk kita daur ulang.
"Sampah plastik yang dibawa para siswa dikumpulkan di kantor Dishub, dan akan menjadi pekerjaan Dhramawanita Dishub," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Mataram M Saleh di Mataram, Senin.
Mantan Camat Selaparang sekaligus pencetus program gerakan lingkungan dengan sampah nihil (Lisan), mengatakan, pada dasarnya pelayanan bus sekolah bagi siswa Mataram gratis.
Ketentuan membawa sampah plastik untuk membayar bus sekolah sebagai salah satu edukasi kepada para siswa agar dapat melakukan pengurangan sampah melalui lingkungan keluarga masing-masing, ujarnya.
"Dari pada dibuang, lebih baik dibawa saat naik bus sekolah untuk kita daur ulang. Tapi aturan itu tidak mutlak," ujarnya.
Terkait dengan penyediaan bus sekolah, Saleh mengatakan, bus sekolah direncanakan akan menjemput siswa dari permukiman siswa sehingga orang tua tidak perlu lagi mengantar dan menjemput anaknya ke sekolah.
Baca juga: KLHK temukan 318 kontainer plastik mengandung limbah B3
Untuk tahap awal tahun ini, pengadaan bus sekolah menggunakan sistem sewa dengan pihak swasta sebanyak dua unit.
Dua unit bus sekolah yang disiapkan itu dipilih bus yang layak dan baik agar para siswa bisa merasa aman dan nyaman selama berada di dalam bus dan orang tua juga tidak perlu khawatir dengan kondisi anak-anak mereka.
Saleh mengatakan, sistem sewa bus sekolah pada tahap pertama ini dimaksudkan sebagai uji coba mengukur minat masyarakat memanfaatkan transportasi publik, sebab di era saat ini sangat sulit membangkitkan animo masyarakat memanfaatkan transportasi publik.
"Jika hasil evaluasi selama uji coba menunjukkan minat masyarakat tinggi, barulah kita akan mengusulkan anggaran untuk pengadaan bus sekolah. Kalau sekarang, kita khawatir animo masyarakat minim, dan bus akan terkesan sia-sia," ujarnya.
Bahkan jika memungkinkan dari sisi anggaran daerah, angkutan kota (angkot) berupa bemo akan dijadikan bus sekolah. "Tentunya, kita perlu menyiapkan subdisi agar angkot bisa menjadi bus sekolah yang layak, sebab kondisi angkot saat ini banyak yang kurang bagus," katanya.
Baca juga: SWI: Daur ulang sampah Indonesia di bawah 10 persen
Pewarta: Nirkomala
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019