• Beranda
  • Berita
  • Satu orangutan di Kalbar kembali diselamatkan BKSDA-IAR Indonesia

Satu orangutan di Kalbar kembali diselamatkan BKSDA-IAR Indonesia

23 September 2019 16:24 WIB
Satu orangutan di Kalbar kembali diselamatkan BKSDA-IAR Indonesia
BKSDA Kalbar, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) 1 Ketapang bersama Yayasan IAR Indonesia kembali menyelamatkan satu orangutan di kebun karet milik warga di Desa Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang. ANTARA/Ist/am.

Dalam habitat orangutan yang terbakar ada jutaan jenis satwa dan tumbuhan yang tidak bisa diselamatkan. Orangutan pun juga banyak yang menjadi korban akibat kebakaran hutan.

Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) 1 Ketapang bersama Yayasan IAR Indonesia kembali menyelamatkan satu orangutan di kebun karet milik warga di Desa Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang.

"Orangutan tersebut itu berjenis kelamin jantan (7), yang diselamatkan Sabtu (21/9)," kata Manajer Lapangan IAR Indonesia, Argitoe Ranting dalam keterangan  kepada ANTARA di Pontianak, Senin.

Ia menjelaskan, sebelumya, masyarakat kebun Kuala Satong serta tim patroli Orangutan Protecting Unit (OPU) dari IAR menemukan satu orangutan remaja yang berkeliaran di kebun warga yang selama ini memang sudah terjalin kerja sama dengan baik.

"Karena hutan di sekitar kebun sudah terbakar semua, kita tidak ada alternatif lain sehingga orangutan itu harus ditangkap dan ditranslokasi ke hutan yang aman," katanya.
BKSDA Kalbar, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) 1 Ketapang bersama Yayasan IAR Indonesia kembali menyelamatkan satu orangutan di kebun karet milik warga di Desa Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang. ANTARA/Ist.


Menurut dia, di daerah Kuala Satong, Ketapang, yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Palung, dulunya juga banyak hutan dan habitat orangutan. Tetapi akibat pembukaan lahan yang dikonversi menjadi sawit dan kebakaran hutan, habitat orangutan itu semakin mengecil.

"Kebakaran habitat yang luas inilah yang mendorong orangutan masuk ke kebun warga dan menimbulkan konflik manusia-orangutan. Karena itulah, tindakan penyelamatan ini adalah opsi terakhir, untuk mencegah kerugian baik dari sisi manusia maupun satwa liar," katanya.

Baca juga: BKSDA Kalbar-IAR Indonesia selamatkan dua orangutan dilokasi karhutla

Baca juga: Bayi orang utan di Ketapang diselamatkan

Baca juga: BKSDA-IAR Indonesia lepasliarkan lima orangutan

Ia menambahkan, dalam menghadapi situasi itu, IAR Indonesia bersama BKSDA menurunkan tim penyelamat untuk mengevakuasi orangutan itu menggunakan senapan bius untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Ketika dibius, kondisi orangutan remaja ini cukup memprihatinkan, selain sangat kurus dan mengalami dehidrasi, tim penyelamat juga menemukan luka membusuk yang melingkar di kaki kanannya akibat lilitan tali jerat," katanya.

Menurut dia, kasus penyelamatan itu sudah yang kedua kalinya mereka lakukan.

Pada tahun 2012 pihaknya menyelamatkan satu orangutan yang terjerat (yang dibuat memang bukan untuk orangutan), lukanya sangat parah sehingga tangannya harus diamputasi.

"Saat ini kondisi orangutan tersebut dalam penanganan tim medis IAR Indonesia, dilakukan perawatan dan pengobatan guna memastikan kondisi kesehatannya, ketika sudah pulih total akan dilepaskan kembali ke alam," katanya.

Sementara itu, Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L Sanchez mengatakan, kebakaran hutan di Kalimantan adalah satu bukti nyata tentang krisis mengenai perubahan iklim dan kepunahan massal di seluruh dunia.

Dalam habitat orangutan yang terbakar, kata dia, ada jutaan jenis satwa dan tumbuhan yang tidak bisa diselamatkan. Orangutan pun juga banyak yang menjadi korban akibat kebakaran hutan.

"Kita sedang dalam krisis sehingga semua negara-negara di seluruh dunia harus mengambil sikap dalam menghadapi masalah ini dan menemukan solusinya. Pemerintah dari seluruh dunia harus bergerak mulai dari sekarang sebelum semuanya terlambat untuk mengatasi masalah ini," katanya.
 

Pewarta: Andilala
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019