Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengakui beberapa pasal yang ada dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menimbulkan polemik di masyarakat, salah satunya terkait "kumpul kebo" yang ada dalam Pasal 419.Beberapa negara telah memberikan travel warning kepada warganya ke Indonesia karena takut dikriminalisasi dan dipidana
"Saya beberapa waktu lalu ke Bali, banyak pengusaha kawan saya di Kadin dan HIPMI agak resah karena ada pasal kumpul kebo atau perzinahan, yaitu hubungan tanpa ikatan perkawinan bisa dipenjara," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, dirinya sudah mendapatkan informasi bahwa beberapa negara telah memberikan travel warning kepada warganya ke Indonesia karena takut dikriminalisasi dan dipidana.
Baca juga: DPR: RKUHP perlu disosialisasikan dan dijelaskan kepada publik
Bamsoet menjelaskan, saat ini DPR masih memiliki tiga agenda rapat paripurna ke depan yang akan digelar, yakni tanggal 24, 26 dan 30 September. Karena itu, masih ada waktu untuk memperdalam pembahasan RUU KUHP di sisa waktu periode masa kerja.
"Kalau enggak cukup waktu, nanti kita putuskan di ujung bahwa ini dilanjutkan dengan periode berikutnya. Tapi kita upayakan agar periode berikutnya bisa selesai sambil sosialisasi," ujarnya.
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menjelaskan, RKUHP tetap akan dibawa dalam pengambilan keputusan tingkat II ke Rapat Paripurna sesuai dengan mekanisme yang berlaku di DPR.
Baca juga: PAN dukung sikap Presiden terkait RKUHP
Menurut dia, RKUHP sudah disetujui dalam pengambilan keputusan tingkat I di Komisi III DPR pada Rabu (18/9), tinggal dibawa dalam Rapat Paripurna untuk mendengarkan pandangan fraksi dan pemerintah.
"Silahkan saja nanti, kan enggak bisa distop di tingkat I gitu aja. Itu menyalahi, kan ada tata tertibnya semua," ujarnya.
Baca juga: Komnas HAM minta pemerintah dan DPR dengarkan masukan untuk RKUHP
Indra menjelaskan, dalam Rapat Paripurna DPR RI, Menkumham sebagai perwakilan pemerintah akan menyampaikan pertimbangan pemerintah yang meminta RKUHP ditunda untuk disahkan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019