"Asap ini berhenti, segera lakukan audit kepatuhan terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan," ungkap Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB tersebut ketika dihubungi di Jakarta, Senin.
Bambang mengatakan berkaca dari pengalaman saat melakukan audit kepatuhan di Provinsi Riau pada 2014. Selain mengaudit pemerintah kabupaten dan kota pihaknya juga melakukan audit kepada korporasi.
Total 17 perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan kehutanan serta 6 kabupaten/kota diaudit oleh tim audit kepatuhan pencegahan karhutla.
Hasilnya tidak ada satupun perusahaan yang lulus audit kepatuhan dan hanya satu kabupaten yang masuk dalam kategori patuh, ungkap guru besar bidang pengendalian hutan itu, yang menjadi ketua tim gabungan tersebut pada 2014.
Baca juga: Pakar: Pencegahan karhutla harus mulai dari pengawasan pemda
"Mereka juga terkejut karena baru tahu bahwa kewenangan pencegahan (kebakaran hutan dan lahan) ada di mereka," ungkap Bambang.
Padahal, menurut dia, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan, sudah jelas tertulis penanggung jawab usaha wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya.
Pemerintah daerah seharusnya mendapatkan data hasil pantauan tersebut minimal enam bulan sekali.
"Kalau itu berjalan sebagaiman mestinya maka pihak berwenang dalam mengetahui wilayah yang rentan terjadi kebakaran hutan dan lahan," kata Bambang.
Sejauh ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menyegel 52 korporasi yang diduga menjadi penyebab karhutla di sejumlah daerah di Indonesia.
Dari 52 perusahaan yang disegel, lima di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Karhutla, HAM enam juta penduduk Riau terganggu
Baca juga: BNPB tetapkan status Kalteng-Riau tanggap darurat kebakaran hutan
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019