• Beranda
  • Berita
  • 18.000 personel gabungan jaga aksi mahasiswa di Gedung MPR/DPR

18.000 personel gabungan jaga aksi mahasiswa di Gedung MPR/DPR

24 September 2019 15:27 WIB
18.000 personel gabungan jaga aksi mahasiswa di Gedung MPR/DPR
Aksi mahasiswa yang berlangsung di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa. ANTARA/Livia Kristianti

Sebanyak 18.000 personel gabungan telah diturunkan untuk mengamankan aksi mahasiswa yang berlangsung di depan Gedung MPR/DPR, di Jakarta, Selasa.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, mengatakan, mereka terdiri dari TNI, Kepolisian Indonesia Satpol PP, Dinas Perhubungan, Pemadam Kebakaran, dan instansi terkait lainnya.

Jumlah personel tersebut telah ditingkatkan dari 10.000 personel gabungan yang diterjunkan untuk mengamankan aksi unjuk rasa pada Senin.

Polda Metro Jaya juga dilaporkan mendapat bantuan personel dari Brimob Polda Lampung sebanyak 551 personel.

Ia mengatakan Polda Metro Jaya juga telah menerima surat pemberitahuan aksi mahasiswa tersebut.

Para pengunjuk rasa adalah perwakilan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Aksi unjuk rasa itu digelar untuk menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya juga menerjunkan 252 polisi lalu lintas untuk mengatur arus lalu lintas di sekitar lokasi unjuk rasa.

Selain itu, area Gedung MPR/DPR saat ini sudah ditutup menggunakan kawat berduri di sisi kanan dan kiri untuk mencegah massa aksi masuk ke are tersebut.

Seperti diketahui, aksi demo hari ini merupakan aksi demo lanjutan "Aliansi Mahasiswa Indonesia Tuntut Tuntaskan Reformasi" berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta Pusat, hingga Senin (23/9) malam.

Mahasiswa akan kembali berdemonstrasi di depan Gedung MPR/DPR, Selasa, guna menyampaikan aspirasi menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

RKUHP menjadi perbincangan masyarakat karena terdapat sejumlah pasal kontroversial. Mahasiswa telah menggelar aksi unjuk rasa sejak pekan lalu untuk menolak pengesahan RKUHP tersebut.

Pasal-pasal kontroversial tersebut di antaranya delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden (pasal 218-220), delik penghinaan terhadap lembaga negara (pasal 353-354), serta delik penghinaan terhadap pemerintah yang sah (pasal 240-241).

Pewarta: Fianda Rassat
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019