Ismail Fahmi menjelaskan bahwa saat ini sejumlah kalangan mahasiswa telah melek media sosial dengan memperhatikan perkembangan isu sehingga bisa mencegah adanya pembajakan ide dari gerakan moral itu sendiri.
Baca juga: Sejumlah rektor di Yogyakarta tidak mendukung aksi #GejayanMemanggil
Dalam beberapa waktu terakhir ini, kata Fahmi, telah ada program Drone Emprit Akademik yang dapat diakses oleh akademisi, termasuk mahasiswa. Dengan berbasis pada data platform Twitter, akademisi bisa mengetahui bagaimana pergerakan tagar atau isu di media sosial.
Program yang dirancang agar mendorong akademisi melek media sosial itu juga sudah dilengkapi dengan analisis sehingga memudahkan akademisi memahami bagaimana melihat isu yang berkembang di Twitter.
Dalam akun Twitter resminya, Iskandar Fahmi memberikan analisis yang membandingkan antara tagar #GejayanMemanggil dan tagar #TurunkanJokowi.
Baca juga: Massa aksi #GejayanMemanggil di Yogyakarta bubar dengan damai
Data tren yang diambil pada tanggal 22 sampai dengan 24 September tersebut, menurut Fahmi, diketahui tagar #GejayanMemanggil lebih dahulu muncul dalam volume yang tinggi, sementara tagar yang satunya lagi baru muncul pada hari Senin (23/9) pukul 11.00, kemudian naik pesat pada pukul 21.00 menjelang tengah malam.
Dari analisis yang dilakukan Fahmi, terkait dengan dua tagar ini ternyata ada dua cluster besar pengguna Twitter yang masing-masing memberikan kontribusi terhadap bagaimana tagar tersebut meningkat jumlah perbincangannya.
Fahmi sampai pada kesimpulan tagar #TurunkanJokowi bukan bagian dari mereka yang mengangkat #GejayanMemanggil.
Baca juga: Sejumlah rektor di Yogyakarta tidak mendukung aksi #GejayanMemanggil
Pewarta: Panca Hari Prabowo
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019