Ratusan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jember menolak rancangan Undang-Undang Pertanahan dengan menyegel Kantor Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu.Kami menuntut dilakukan pembahasan ulang terhadap RUU Pertanahan dengan memperhatikan keterlibatan masyarakat sipil dalam penyusunan undang-undang tersebut
Penyegelan dilakukan karena massa PMII kecewa tidak dapat bertemu dengan Bupati Jember di Kantor Pemkab Jember, sehingga memasang spanduk besar untuk menyegel kantor pemkab yang berada di Jalan Sudarman Jember.
"Kami menuntut dilakukan pembahasan ulang terhadap RUU Pertanahan dengan memperhatikan keterlibatan masyarakat sipil dalam penyusunan undang-undang tersebut," kata koordinator lapangan Nurul Hidayah di Kantor Pemkab Jember.
Baca juga: Demo mahasiswa, di Kalteng mereka tolak RUU Pertanahan
Menurutnya, pada 24 September 2019, tepat 59 tahun disahkan nya Undang-Undang Pokok Agraria yang mengandung spirit penghapusan komodifikasi tanah dan penghapusan monopoli tanah di Indonesia.
"Namun, saat ini spirit undang-undang tersebut hilang dan berbagai peraturan pelaksana yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak mencerminkan bahwa UU Pokok Agraria tidak menjadi literatur utama dalam penyusunan kebijakan-kebijakan agraria," tuturnya.
Ia mengatakan rancangan Undang-Undang Pertanahan yang telah dibatalkan oleh komisi II menjadi sebuah evaluasi bagi para pengampu kebijakan agar melibatkan masyarakat sipil dalam setiap pembentukan kebijakan-kebijakan agraria dan reforma agraria merupakan visi utama yang terkandung dalam UU Pokok Agraria.
Menurut Peraturan Presiden 86 tahun 2018 yang menyatakan bahwa reforma agraria merupakan upaya penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat.
"Pelaksanaan atas peraturan presiden tersebut, mewajibkan kepada pimpinan eksekutif di seluruh tingkatan (pusat hingga kabupaten) untuk membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang merupakan elemen penting dalam pelaksanaan reforma agraria," katanya.
Ia mengatakan GTRA tersebut memiliki tugas untuk melakukan penataan penguasaan dan pemilikan tanah objek reforma agraria, namun komitmen pembentukan GTRA di Jember hingga hari ini belum terbentuk.
"Hal itulah yang menjadi dasar komitmen Bupati Jember untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria dan melaksanakan reforma agraria dipertanyakan," ujarnya.
Selain gagalnya agenda reforma agraria, lanjutnya, carut marutnya penataan ruang di Jember menjadi salah satu penyebab berbagai konflik agraria di Jember dan pascadisahkan nya Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jember 2015-2035, maka peraturan penjelas yang seharusnya terwujud dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) hingga hari ini belum dibentuk.
"Konflik alih fungsi lahan produktif yang terjadi di Puger menjadi salah satu konflik yang disebabkan mandulnya Perda RTRW, sehingga kami menuntut Bupati Jember dan DPRD Jember untuk segera membentuk Rencana Detail Tata Ruang," katanya.
Nurul mengatakan PMII Jember juga menuntut Bupati Jember segera membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Jember.
Sebelumnya Bupati Jember Faida mengatakan sikap kehati-hatian serta berpihak kepada kebenaran dan keadilan diperlukan dalam menjalankan reforma agraria, sehingga perlu keseriusan untuk menyelesaikannya pun penting dikedepankan guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
"Banyaknya konflik agraria memerlukan komitmen semua pihak untuk menuntaskan penyelesaiannya, sehingga kami telah berkomitmen menuntaskan konflik-konflik pertanahan di Kabupaten Jember secara serius," katanya saat upacara peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang ke-59 di Kantor ATR/BPN Kabupaten Jember, Selasa (24/9).
Baca juga: Demo mahasiswa, di Kendari mereka tolak RUU Pertanahan
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019