• Beranda
  • Berita
  • "Re-Mitologisasi": Cara seniman memutakhirkan mitos

"Re-Mitologisasi": Cara seniman memutakhirkan mitos

25 September 2019 19:45 WIB
"Re-Mitologisasi": Cara seniman memutakhirkan mitos
"The Appropriation of Basuki Abdullah's Nyai Loro Kidul" karya Alfiah Rahdini yang ditampilkan dalam pameran "Re-Mitologisasi" di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta. Pameran berlangsung dari 25 September -25 Oktober 2019. (ANTARA/Aubrey Fanani)
Seni visual berjudul "Relief Satir" karya Galih Reza Suseno menampilkan relief berupa aneka bentuk karang berwarna pastel terbuat dari lempung yang disusun tak beraturan dan berdesakan memenuhi media berukuran 100 x 200 cm.

Kalau relief di candi-candi biasanya menceritakan mitologi dari generasi terdahulu yang berisi, Galih menggambarkan mitos masa kini dalam karya yang dipajang dalam pameran seni rupa "Re-Mitologisasi" di Museum Basoeki Abdullah Jakarta.

"Relief ini adalah satir atas kondisi yang dialami generasi sekarang, saya melihat di masa revolusi industri 4.0 ini banyak sekali informasi sangat hibrid. Kalau kita tidak bisa menyaring dengan baik akhirnya menjadi absurd," kata Galih, lulusan program sarjana Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain UNS Surakarta dan pasca-sarjana ISI Yogyakarta.

Dalam memilih bentuk, Galih mengaku tak sengaja membuat karyanya terlihat seperti kumpulan karang. Menurut dia, bentuk itu murni abstraksi dari rasa satir generasi muda yang ambigu.

"Saat ini segala informasi datang sangat cepat, hitungan detik, dan dapat berasal dari seluruh penjuru dunia. Jadi generasi sekarang harus punya daya tampung dan imajinasi untuk memilih mitos-mitos yang baik dan buruk," kata dia.

Akhirnya, menurut dia, imajinasi dan mitos tersebut akan membentuk jati diri bangsa, "apakah kita bersandar mitos tentang nenek moyang kita atau mitos-mitos baru yang berasal dari luar".

Dalam proses membuat karya eksperimen tersebut, Galih menggunakan bahan lempung, tepung, akrilik, dan pernis. Pengerjaannya memakan waktu sekitar tiga bulan.

Sementara pematung asal Bandung, Alfiah Rahdini, mengangkat isu tentang ketubuhan dalam menafsirkan kembali karya mitos maestro Basoeki Abdullah lewat karya berjudul "The Appropriation of Basuki Abdullah's Nyai Loro Kidul".

Dia membuat balok batu setinggi satu meter dengan tangan perempuan berbahan metal. Di tengah balok tersebut dituliskan "This is Statue of Nyi Roro Kidul, The Queen of The South Coast, That is Inspired by The Work of Basoeki Abdullah. Only The Hands Was Made to Maintain Public Security, Since The Queen Herself is Not Known to Wear a Hijab". (Ini adalah patung Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul, yang terinspirasi dari karya Basoeki Abdullah. Hanya tangan sang ratu yang dibuat dalam rangka menjaga keamanan publik, karena Sang Ratu diketahui tidak mengenakan hijab).

Tangan yang ada di patung tersebut merupakan bentuk tangan Nyi Roro Kidul seperti yang ada di dalam lukisan Basoeki Abdullah tahun 1950 berjudul "Nyi Roro Kidul".

Melalui karyanya, perempuan lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB itu ingin memperlihatkan bagaimana ketubuhan perempuan yang semakin lama semakin tabu untuk ditunjukkan karena konservatisme yang berkembang di masyarakat. Tak hanya untuk masyarakat, nilai ketabuan tersebut juga berlaku pada karya-karya seni yang menggambarkan tubuh perempuan.

"Saya memberi kritik satir pada pemahaman masyarakat yang melakukan vandal seperti ditutupi kemben, karya-karya seni telah diokupansi oleh ideologi politik tertentu. Dengan karya ini saya melihat, mencoba merepresentasikan mitologi di tengah kondisi publik yang sangat banyak polemik," kata dia.

Ia mengatakan, karya-karya yang memperlihatkan aurat hari ini tak bisa tampil di ruang publik karena ruang publik telah dipolitisasi oleh satu kepentingan ideologi tertentu dan hal itu telah membatasi kebebasan berekspresi bagi para seniman.

Alfiah memilih menggunakan mitologi Pantai Ratu Selatan dari karya Basoeki Abdullah karena menilai lukisan Nyi Roro Kidul sebagai figur terkuat dalam masyarakat Jawa berhasil menghidupkan mitologi serta ketubuhan perempuan.

Dia butuh waktu dua bulan untuk riset dan satu bulan untuk mengerjakan karyanya. Dalam risetnya, Alfiah antara lain mendatangi beberapa situs Nyi Roro Kidul dan melihat karya-karya Basoeki Abdullah tentang Nyi Roro Kidul.
 
"Relief Satir" karya Galih Reza Suseno yang ditampilkan dalam pameran "Re-Mitologisasi" di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta. Pameran berlangsung dari 25 September -25 Oktober 2019. (Antara/Aubrey Fanani)



Menciptakan Mitos

Kurator Pameran Re-Mitologisasi Mikke Susanto menjelaskan, tugas seniman adalah menciptakan mitos berdasar ilmu pengetahuan.

"Mitos pada dasarnya sumber ilmu pengetahuan, kepercayaan yang dijunjung oleh masyarakat. Saintis berhasil membalikkan kebenaran mitos. Nah yang mampu mengolah mitos itu ya seniman, karena sesungguhnya seniman tidak berada di satu titik tertentu. Dia bisa berada dalam sains, agama, dan juga mitos," kata Mikke.

Re-Mitologisasi merupakan tema Basoeki Abdullah Art Award #3, ajang kompetisi bagi para seniman muda untuk merekonstruksi atau mendekonstruksi mitos-mitos yang dibangun oleh Basoeki Abdullah.

Mikke mengatakan bahwa Basoeki Abdullah adalah sosok yang sangat dekat dengan mitologi Jawa, dan itu tercermin dari lukisan-lukisannya yang mengangkat sosok Nyi Roro Kidul, Dewi Sri, dan legenda Djoko Tarub.

Sebagai juri dalam Basoeki Abdullah Art Award #3, ia menilai Basoeki Abdullah bukan hanya lekat dengan tema mitologi, tetapi mitologi juga telah menjadi pembeda Basoeki Abdullah dengan pelukis lainnya.

"Basoeki piawai memodernkan sosok atau figur mitologi sehingga masyarakat merasa lebih dekat dengan sosok tersebut," kata dia.

Mikke mengatakan bahwa lewat tema "Re-Mitologisasi" seniman peserta kompetisi Basoeki Abdullah Art Award dapat mempertanyakan kembali untuk apa mitos-mitos yang dikeluarkan oleh Basoeki Abdullah. Apakah mitos itu kini masih berkelindan di antara kita, atau sudah menjadi hoaks saja.

Kompetisi tiga tahunan tersebut tahun ini diikuti oleh 219 peserta dengan 263 judul karya. Selain Mikke, tim juri terdiri kompetisi meliputi pengamat seni dan pendidik UPH Amir Sidharta, kurator seni dan guru besar UNESA Surabaya Djuli Djatiprambudi, Ketua Dewan Kesenian Jakarta Irawan Karseno, serta kurator dan dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB Rikrik Kusmara.

Dari karya-karya yang masuk kompetisi, juri memilih 40 karya untuk dipamerkan di Museum Basoeki Abdullah dari 25 September hingga 25 Oktober 2019.

Dalam kompetisi tersebut, peserta tak hanya dibebaskan menginterpretasi mitologi dari Basoeki Abdullah tetapi mereka juga dibebaskan dalam menggunakan media seni.

Kepala Museum Basoeki Abdullah Maeva Salma mengatakan Basoeki Abdullah Art Award memberikan ruang kepada para seniman muda dari berbagai daerah di tengah minimnya kompetisi serupa bagi generasi muda.

Kompetisi itu juga bisa menjadi sarana penyebaran informasi Museum Basoeki Abdullah untuk menempatkan Basoeki Abdullah sebagai sumber inspirasi bagi para pelukis Indonesia secara umum, dan generasi pelukis muda khususnya.

Banyaknya peserta kompetisi itu, menurut Maeva, "menunjukkan bahwa Indonesia tidak pernah kehabisan generasi kreatif untuk meneruskan semangat pelukis Basoeki Abdullah."

Baca juga:
Pameran Re-Mitologisasi tempat penafsiran ulang karya Basoeki Abdullah
Museum Basoeki Abdullah akan pamerkan 40 karya perupa muda terpilih

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019