"Jadi bukan tergantung umur atau atau jenis kelamin," kata Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto di Jakarta, Rabu.
Sebagai contoh, kata dia, penderita asma kronis dan jantung paru yang lemah dipastikan akan lebih cepat terkena dan mudah apabila terpapar kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kemudian, setelah itu kelompok rentan yang mudah terserang polutan yaitu anak kecil karena fungsi parunya belum begitu sempurna. Seterusnya yaitu ibu hamil dan terakhir kategori dewasa.
"Jadi ini tidak bicara umur atau gender tapi lebih kepada kapasitas dasar jantung parunya," katanya.
Temuan Kemenkes di lapangan, banyak kelompok pemuda yang mengidap asma kronis dan ketika terpapar kabut asap langsung bengek atau sesak napas.
Baca juga: Konsentrasi polutan asap capai maksimum jelang siang hari.
Terkait adanya informasi bayi yang meninggal diduga karena terpapar kabut asap di daerah Riau, Achmad mengatakan hal tersebut harus diuji kebenarannya termasuk riwayat penyakit yang pernah diidap.
Ia menyontohkan kasus kematian balita pada 2015 bukan karena terpapar kabut asap melainkan akibat diare, muntaber dan dehidrasi berat. Pada saat itu kondisi kabut asap cukup tebal sehingga orang tuanya takut membawa anaknya ke rumah sakit.
"Akibat terlambat dan ketika sampai di rumah sakit bayi itu sudah dehidrasi berat ditambah kena paparan kabut asap," katanya.
Selain Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), iritasi mata dan iritasi pada saluran napas merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan petugas kesehatan selama bencana karhutla di beberapa daerah.
"Iritasi mata dan iritasi pada saluran napas ini naik tinggi dan apabila tidak diatasi dengan baik maka terjadi ISPA," katanya.
Baca juga: BMKG catat AOD Sumbar di atas 1 atau terpapar partikel polutan
Baca juga: Ekspedisi Melawan Asap beri layanan kesehatan Satgas karhutla Riau
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019