KEIN dorong ketersediaan listrik melalui PLTN

26 September 2019 20:34 WIB
KEIN dorong ketersediaan listrik melalui PLTN
Delegasi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) RI yang dipimpin Ketua Kelompok Kerja Sektor ESDM KEIN, Zulnahar Usman, saat berkunjung Korea Electric and Power Company (KEPCO) dan Korea Atomic Energy Research Institute (KAERI), Jumat, (20/09/2019). ANTARA/HO KEIN RI/am.

Berdasarkan data dan fakta, ketersediaan energi listrik yang cukup menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi. Sebuah negara bisa masuk kategori negara maju karena mampu memanfaatkan perusahaan energinya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam

Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) RI terus berupaya mendorong peningkatan ketersediaan listrik di Tanah Air, salah satunya melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

"Berdasarkan data dan fakta, ketersediaan energi listrik yang cukup menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi. Sebuah negara bisa masuk kategori negara maju karena mampu memanfaatkan perusahaan energinya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam jumlah yang mumpuni," kata Ketua Kelompok Kerja Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) KEIN, Zulnahar Usman, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Sebaliknya, menurut Zulnahar, ketidakstabilan pasokan energi listrik dapat berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan penentu pertumbuhan ekonomi dan industri.

Mahalnya harga energi listrik di Tanah Air menjadi salah satu faktor yang menyebabkan keengganan masuknya investor manufaktur ke Indonesia.

Selain itu, pembangunan PLTN sangat mendukung program pemerintah dalam mengembangkan hilirisasi mineral seperti tembaga, bauksit dan nikel, yang memelukan energi listrik besar dan stabil.

Baca juga: BATAN: PLTN bisa bantu ketahanan dan keamanan pasokan energi

Ia menjelaskan, penetapan Pulau Kalimantan sebagai ibu kota negara menggantikan Pulau Jawa menjadi fokus utama untuk menjamin pasokan listrik yang kuat dan ketersediaan energi yang sangat besar untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dan industri.

Kalimantan Barat sendiri telah siap bekerja sama dengan pihak manapun untuk pembangunan infrastruktur PLTN tersebut, termasuk pembangunan smelter aluminium yang memerlukan energi sebesar 1.8 GW.

Baca juga: BATAN: Kalimantan Barat membutuhkan PLTN

Sementara itu, Prof Tumiran, akademisi Universitas Gadjah Mada mengatakan, PP Nomor 17 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional serta matrik Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) telah mengamanatkan agar Indonesia secara bertahap mengurangi penggunaan energi fosil dan disubsitusi dengan energi batu terbarukan. Yakni, bauran energi baru terbarukan (EBT) menjadi 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2031.

"Kapasitas geothermal dan hydro yang terbatas dan lokasi ketersediannya tidak merata untuk seluruh Indonesia, maka pilihan PLTN menjadi opsi yang tidak dapat dihindarkan," ujar Tumiran.

Pada pekan lalu, KEIN bersama dengan PT PLN (Persero) berkunjung ke Korea Selatan atas undangan Korea Electric and Power Company (KEPCO) badan usaha yang menangani listrik dan Korea Atomic Energy Research Institute (KAERI) salah satu produsen pembangunan small modular reactor (SMR).

KEPCO Research Institute (KEPRI) sangat antusias untuk bekerja sama membangun industri di Indonesia, KAERI juga siap membangun small modular reactor (SMR), jenis PLTN ini yang diketahui secara ilmiah cocok dengan keadaan kondisi lingkungan tanah air.

KAERI terbukti yang pertama di dunia sudah secara on time dan on budget membangun SMR di Uni Emirat Arab dan Yordania, serta yang sedang berjalan konstruksinya di Arab Saudi.
​​​
Baca juga: PLTN tidak sepenuhnya murah


 

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019