Pemerintah daerah dan pegiat seni Kota Tomohon, Sulawesi Utara (Sulut) menyusun sejarah dan budaya alat musik tradisional Kolintang.
"Kolintang adalah alat musik tradisional, namun sesungguhnya istilah tradisional inilah yang sering kali menjadi masalah bagi pengembangan kolintang," kata Sekretaris Daerah Kota Harold V Lolowang di Tomohon, Sabtu.
Kolintang di satu sisi adalah jenis musik tradisional tapi di sisi lain, dari musik yang sedemikian tradisional itu mengandung nilai estetika yang mendalam.
Sampai saat ini diyakini bahwa musik kolintang akan tetap eksis dan akan terus ada dalam persaingan.
"Tumbuh dan berkembangnya musik kolintang ini menunjukkan bahwa proses pemaknaan produk budaya, terkait erat dengan konteks yang melingkupinya," ujarnya.
Baca juga: Pinkan perjuangkan kolintang diakui UNESCO
Baca juga: 34 tim kolintang perebutkan Piala Presiden
Tiga unsur estetika yang tidak bisa diabaikan yakni wujud/rupa, bobot/isi, serta penampilan/penyajian, ketiga unsur estetika tersebut juga dimiliki kolintang.
"Kajian ini kiranya merupakan awal dari upaya menggali nilai-nilai estetika yang terdapat dalam berbagai bentuk seni di nusantara," katanya.
Sekdakot berharap diskusi kelompok terarah (FGD) yang digelar dapat mengkaji tentang estetika musik kolintang sebagai bagian dari keragaman seni Nusantara.
Narasumber kajian penyusunan sejarah dan budaya Kolintang adalah Ketua Umum Rumah Budaya Nusantara Wale Ma'Zani Joudy Aray SPd, Dekan Fakultas Pariwisata Unika De La Sale Manado DR Stevanus Ngenget SS MA, Dosen Ilmu Budaya dan Agama Universitas Denpasar Bali DR Dominika Dini Afiat ST MM, serta moderator Ambrosius Loho MFils Dosen Unika De La Sale Manado.*
Baca juga: Kolintang layak dapat pengakuan Unesco
Baca juga: Kolintang diusulkan menjadi warisan budaya dunia
Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019