Kabut asap seakan jadi "tradisi" tahunan

28 September 2019 20:43 WIB
Kabut asap seakan jadi "tradisi" tahunan
Upaya pemadamkan api di lahan kebakaran (bebal.antaranwes.com)
Kabut asap yang menutupi di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung seakan menjadi "tradisi" tahunan yang terjadi setiap dimusim kemarau akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Berbagai pihak sudah berusaha dengan maksimal, baik dengan melakukan pencegahan mau pun penanganan karhutla di wilayah rawan ancaman kebakaran. Namun upaya tersebut ternyata dianggap belum memberikan hasil maksimal dengan dibuktikan masih terjadinya kasus yang sama bahkan di wilayah yang sama juga.

Di wilayah hukum Polres Bangka, personel Kepolisian Sektor Merawang bahkan melakukan sosialisasi langsung ke tengah masyarakat termasuk pemasangan spanduk yang berisikan larangan pembakaran di kawasan rawan kebakaran.
 
Kapolres Bangka, AKBP Aris Sulistiyono dan Wakil bupati Bangka, Syahbudin saat meninjau titik api (bebal.antaranwes.com)


"Sosialisasi tersebut diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan hutan dari ancaman kebakaran," kata Kapolsek Merawang, Iptu Yuhda Prakoso.

Namun, kerja keras pihak kepolisian sektor tersebut terkesan tidak mendapat apresiasi dari sebagian masyarakat dengan dibuktikan masih terjadinya kebakaran di kawasan Lintas Timur Sungailiat yang masuk wilayah Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.

Menurut Sopian, salah seorang warga Merawang, khusus pada 10 September 2019, pihaknya mencatat adanya belasan hektare lahan yang mengalami kebakaran di kawasan Lintas Timur yang merupakan sebagian kawasan gambut.

Kebakaran lahan tersebut menimbulkan dampak pula munculnya asap tebal yang menutupi ruas jalan hingga berjarak sekitar dua kilometer sehingga sangat berbahaya bagi pengguna jalan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Mikron Antariksa mengatakan, penyebab munculmya karhutla itu diduga ulah oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab yang sengaja membakar lahan untuk dijadikan lokasi perkebunan.

Disebabkan kebakaran tersebut memunculkan asap yang cukup tebal, para petugas dan relawan di lapangan selalu mengalami kesulitan untuk memadamkan api yang sangat mudah merambat ke lahan lainnya.

Ditambah dengan keberadaan angin yang cukup kencang, api tersebut sangat mudah membakar lahan dan hutan lainnya karena pohon-pohon atau semak belukar yang sudah mengering akibat musim kemarau yang melanda Bangka Belitung belakangan ini.

"Api dengan sangat mudah merambat lahan yang dipenuhi semak belukar yang mengering, karena tiupan angin pantai yang cukup kencang," tuturnya.

Sementara Pemerintah Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, melalui dinas berwenang telah berhasil menangani 94 titik karhutla di daerah itu mulai 1 Januari sampai 31 Agustus 2019.

Menurut Kabid Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Hutan Satpol PP Kabupaten Bangka, Achmad Fauzi, dalam kurun waktu delapan bulan tersebut, pihaknya sudah berhasil menangani sebanyak 94 titik karhutla yang tersebar disejumlah tempat.

Dari 94 titik api yang berhasil dipadamkan itu, tercatat seluas 300,5 hektare lahan mengalami kerusakaan dengan sebagian besar diduga akibat unsur sengaja oleh oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab.

"Lahan yang terbakar mencapai kurang lebih 300,5 hektare tersebut berdasarkan dari catatan hasil kebakaran lahan di lapangan mulai dari 0,5 hektare, 0.75 hektare sampai yang lebih luas," ucapnya, menjelaskan.

Fauzi menambahan, lahan yang paling luas terbakar berada di kawasan hutan produksi Lintas Timur serta sejumlah tempat lainnya seperti di Kecamatan Sungailiat dan di Kecamatan Belinyu.

Menyikapi karhutla yang semakin mengkhawatirkan, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan meminta masyarakat untuk tidak lagi membakar lahan dan hutan guna mengurangi asap karhutla yang akan mengganggu kesehatan.

Untuk menghindari ancaman penyakit, terutama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), masyarakat Bangka Belitung disarankan untuk menggunakan masker.

"Saat ini asap dari Sumatera dan Kalimatan sudah mulai menyelimuti Pulau Bangka dan Belitung, sehingga diharapkan masyarakat menggunakan masker untuk mencegah berbagai penyakit akibat asap tersebut," ujar Gubernur Babel.

Gubernur menjelaskan, potensi dan penyebab munculnya karhutla cukup banyak karena bukan karena ulah masyarakat saja yang bermaksud untuk membuka lahan.

Karhutla juga bisa dipicu hal-hal lain, misalnya, botol dalam kemasan masih ada airnya kemudian terkena sinar matahari sehingga bisa mengakibatkan panas dan terbakar, lalu terbakarnya lahan kering itu juga bisa menyebabkan kebakaran dalam areal yang lebih luas.

Kepala Stasiun Meteorologi Kelas III HAS Hanandjoeddin Tanjung Pandan, Charles Siregar mengatakan, sebagian wilayah di Kabupaten Belitung dan Belitung Timur sudah diselimuti kabut asap karhutla yang diduga kiriman dari wilayah di Kalimantan.

Selain disebabkan oleh kiriman asap dari Kalimantan, kabut asap karhutla yang melanda Pulau Belitung itu juga karena kebakaran hutan dan lahan di daerah setempat.

Merambah ke fishing ground

Kabut asap dari karhutla di wilayah daratan tidak hanya mengakibatkan asap tebal yang menganggu pengendara di jalan umum, tetapi juga sudah merambah di wilayah penangkapan ikan (fishing ground) bagi nelayan di Kabupaten Bangka.

Kasatpolair Polres Bangka AKP Elpiadi mengakui kabut asap sudah masuk di kawasan perairan laut atau di wilayah penangkapan ikan.

"Kami belum bisa memastikan jarak pandang di perairan laut, tetapi kabut asap sudah masuk di kawasan penangkapan ikan oleh nelayan," jelasnya.

Dia mengkhawatirkan jika kabut asap semakin tebal, akan memengaruhi jarang pandang bagi nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan mau pun bagi kapal angkutan lainnya.

Salah satu warga Sungailiat, Yuswara menilai petugas pemadam kebakaran bekerja sudah cukup maksimal melakukan pemadaman api dengan sigap.

"Saya menilai, petugas Damkar bekerja sudah cukup baik, setiap mendapat laporan kebakaran langsung datang ke tempat kejadian perkara," ujarnya.

Pewarta: Kasmono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019