"Presiden jangan terburu-buru mengambil keputusan sebelum mendengar pihak yang pro-UU KPK itu disahkan," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu.
Selain UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih dalam perdebatan berdasarkan aspek pro dan kontranya, Perppu belum urgen untuk dikeluarkan.
Ia menyadari ada pihak yang menginginkan Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu. Namun Bambang mengingatkan Jokowi bahwa di balik itu masih ada yang setuju UU KPK yang baru relevan terhadap pemberantasan korupsi.
Baca juga: Soal Perppu KPK, Presiden diminta tak tunduk oleh desakan
Baca juga: Soal Perppu KPK, Pengamat: Jokowi sebaiknya dengar suara publik
Baca juga: Presiden diminta tahan diri terbitkan Perppu KPK
UU KPK atau Perppu sebenarnya tidak signifikan dalam pemberantasan korupsi. Ada persoalan mendasar yang harus diangkat yaitu reformasi birokrasi.
"Ini adalah persoalan sistem birokrasi yang harus dibenahi, bukan persoalan menangkap siapa yang korupsi," katanya.
Selama ini, Bambang melihat sistem birokrasi masih banyak celah sehingga setiap orang rentan berlaku koruptif.
Karena itu, perlu aturan yang tepat untuk mengintervensi sistem birokrasi yang kotor itu. Sedangkan Perppu tidak akan menyentuh masalah.
"Andai Perppu itu dalam waktu dekat dibuat presiden, maka keberadaannya tidak akan mengurangi praktik korupsi di negeri ini," katanya.
Pakar hukum pidana Chairul Huda keberatan Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu karena Perppu itu sifatnya hanya sementara dan tidak akan bisa menghilangkan UU KPK yang baru.
"Presiden tidak dapat membatalkan indang-undang sekalipun dengan Perppu," ujar Chairul.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019