"Praktik korupsi tidak akan membuat pembangunan menjadi sehat, berkualitas, dan berkelanjutan," ujar ekonom senior Indef Faisal Basri di Jakarta, Senin.
Menurut dia, hal itu dikarenakan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) yang seharusnya terukur tidak lagi menjadi kepedulian para koruptor.
Baca juga: Ekonom khawatirkan revisi UU KPK hambat investasi
"Yang mereka inginkan adalah meraup segala sumber daya secepat-cepatnya dan sebanyak mungkin untuk memperbesar kekuatan logistik. Merekalah yang akhirnya nanti akan terus berjaya di panggung politik," ucapnya.
Akibatnya, lanjut dia, fondasi pembangunan menjadi rapuh, dan investasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pun tidak akan terlalu berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional.
"Pemerintah telah mengeluarkan investasi cukup banyak, tetapi hasilnya hanya pertumbuhan sekitar lima persen. Kondisi seperti itulah yang terjadi sekarang. Padahal, semua yang telah dibangun membutuhkan dana cukup besar, sekitar 50 persen lebih banyak ketimbang di negara-negara tetangga," katanya.
Baca juga: ADB akan kaji dampak demonstrasi terhadap ekonomi Indonesia
Praktik korupsi, lanjut dia, juga akan membuat kemampuan negara dalam membiayai pembangunan menjadi terkendala. Akhirnya, utang menjadi pilihan dalam membiayai pembangunan.
"Porsi utang atau dana luar negeri semakin besar. Sementara itu, kemampuan negara menghasilkan devisa tidak meningkat, sehingga kita kian rentan menghadapi gejolak eksternal," katanya.
Di sisi lain, lanjut Faisal Basri, penerimaan pajak juga relatif masih jalan di tempat. Bukan karena potensi pajak yang rendah, melainkan karena penggelapan pajak masih merajalela.
"Para koruptor masih banyak yang mengamankan uangnya di luar negeri, membuat kita semakin kekurangan 'darah segar' untuk menggerakkan pembangunan," katanya.
Bahaya lainnya, Faisal Basri mengatakan, korupsi juga akan membuat alokasi sumber daya menjauh dari kepentingan publik sehingga tidak bisa menyejahterakan rakyat, bahkan sebaliknya memarginalkan kekuatan rakyat.
Ia berharap, Presiden dapat mengeluarkan keputusan atau kebijakan yang benar-benar dapat memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Salah satu faktor yang juga menahan pertumbuhan ekonomi adalah regulasi dan institusi yang lemah, karena akan mendorong terjadinya korupsi," ucapnya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019