"Salah satu yang tengah dihadapi adalah semakin sedikitnya perajin canting dan regenarasi penrajin batik kian melambat," kata dia yang juga CEO Peninda Wastra Persada di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan canting dan malam atau lilin adalah dua alat yang menjadi bagian penting dalam pembuatan batik, tanpa kedua alat itu maka tak akan ada batik tulis, namun saat ini batik yang dibuat dari canting harus berhadapan dengan batik yang dibuat oleh print.
Apalagi kini batik nasional juga harus bersaing dengan batik-batik buatan cina yang beredar di pasaran dengan harga yang lebih murah.
Melalui drama musikal ini Aditya ingin menggambarkan bagaimana kehidupan batik di hulu akan hilang apabila pemerintah dan komunitas tidak memperhatikan masalah-masalah tersebut.
Baca juga: Komunitas batik rayakan satu dasawarsa batik warisan tak benda UNESCO
Dwiki Darmawan akan menjadi penata musik drana musikal tersebut, dengan memasukkan medley dari enam daerah yang akan mewakili motif bariknya.
"Melalui panggung ini kami ingin menyampaikan kepada masyarakat kalau batik telah menjadi tamu kehormatan di dunia, industrinya semakin maju tetapi perajinnya tidak mengalami regenerasi yang baik," kata dia.
Drama musikal tersebut akan ditampilkan dalam perayaan Dasawarsa Hari Batik Nasional di halaman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Rabu (2/10), pukul 19.00 WIB.
Baca juga: Presiden Jokowi dijadwalkan hadiri Hari Batik Nasional di Solo
Baca juga: Pekalongan berharap Pekan Batik jadi tujuan wisata Indonesia
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019