Sejak enam sampai tujuh tahun lalu, pada 12 Oktober ada acara yang namanya Ngopi Sepuluh Ewu. Warga memberikan kopi gratis untuk masyarakat yang hadir.
Meminum kopi berkualitas tidak harus mahal karena di kaki Gunung Raung menyeruput Kopi Banyuwangi dengan karakter dan cita rasa yang kaya hanya perlu merogoh Rp5.000 untuk satu cangkir.
Pemilik Kedai Kopi Herbal Sekar Wangi yang berada di kaki Gunung Raung Ita Rosita di Banyuwangi, Selasa, mematok seluruh jenis kopi yang dijualnya dengan harga hanya Rp5 ribu per cangkirnya.
Warung kopi tersebut berada di Jalan Slamet Cokro Desa Jambewangi Kecamatan Sempu Banyuwangi. Jalan aspal menanjak yang biasa disebut Jalan Proyek oleh penduduk setempat itu bila diteruskan akan mengarah pada pos pendakian Gunung Raung.
Kedai Kopi Herbal Sekar Wangi memang hanya berupa pelataran rumah dengan satu meja kayu panjang mirip warung-warung yang menyediakan kopi instan di Jakarta. Tapi kopi yang ditawarkan di kaki Gunung Raung ini sudah sekelas dengan kopi-kopi yang dijual di kafe-kafe.
Biji dan bubuk kopi dijajakan dalam stoples yang berjejer disertai keterangan nama kopinya. Pembeli diberikan kebebasan untuk memilih kopi untuk diseduh setelah dijelaskan tentang asal usul kopi tersebut oleh Ita Rosita.
Beberapa yang bisa menjadi pilihan adalah kopi rempah, kopi robusta, arabika Ijen, kopi Jambe, kopi excelsa, kopi lanang, dan Glen Nevis. Semua biji dan bubuk kopi tersebut berasal dari berbagai wilayah di Banyuwangi.
Kopi rempah dan kopi excelsa adalah dua jenis kopi yang direkomendasikan oleh Ita di warung kopi miliknya. Ita dan suami meracik sendiri kopi herbal yang dibuat dengan campuran rempah-rempah pilihan dan menamainya dengan Sekar Wangi.
"Kopi dicampur kayu manis, jahe, cengkeh, dan kapulaga," kata dia. Kopi rempah memiliki aroma rempah yang kuat tanpa menghilangkan rasa karakteristik kopinya. Ita menyediakan gula pasir apabila pelanggan menyukai kopi manis yang bisa ditambahkan sesuai selera.
Sementara kopi excelsa Banyuwangi memiliki rasa manis coklat, sedikit asam, dan nyaris pahit yang bercampur seimbang sehingga memunculkan karakter baru dari spektrum rasa kopi. Ita menyebut kopi excelsa yang ditanam di daerah Desa Kalipuro Banyuwangi merupakan jenis kopi yang mirip seperti liberika namun memiliki cita rasa khas tersendiri.
Ita menyeduh kopi tubruk dengan teknik yang tak kalah dengan barista di kafe-kafe perkotaan. Walaupun ada alat seduh lain seperti dripper, Ita menawarkan penyeduhan kopi tubruk agar seluruh karakter kopi bisa keluar.
Selain kopi dengan campuran rempah berbentuk bubuk, kopi yang disajikan berbentuk biji kopi dengan sangrai sedang yang hanya akan digiling sesaat sebelum disajikan. Namun, ada pula kopi robusta banyuwangi dengan sangrai lebih hitam atau dark untuk rasa kopi yang lebih pahit.
Jika ingin mencicipi kopi khas Banyuwangi jenis lain, cobalah cicipi kopi arabika Ijen yang di tanam di lereng Gunung Ijen. Tidak heran rasa kopi Ijen terasa asam dengan spektrum yang panjang karena gunung tersebut terkenal dengan kawah penghasil belerang dan api birunya.
Asamnya kopi Ijen tidak sama dengan asamnya kopi Kintamani Bali yang ditanam dekat perkebunan jeruk. Asam kopi Ijen terasa lebih ringan dengan rasa manis yang juga tak kalah kuat.
Rasa kopi yang ditawarkan oleh Kedai Kopi Herbal Sekar Wangi boleh dibilang setara dengan kafe-kafe yang menyajikan kopi single origin di Jakarta ataupun kota besar lainnya.
Namun, yang jauh berbeda adalah harganya yang hanya Rp5 ribu untuk segelas cangkir, setara dengan kopi sachet yang dijajakan starling (starbuck keliling) alias penjual kopi instan yang berkeliling dengan sepeda di sekitar Monas.
Para pecinta alam yang hendak mendaki Gunung Raung rasanya perlu memperhitungkan untuk mampir ke Kedai Kopi Herbal Sekar Wangi dan mencicipi sendiri kenikmatan kopi Banyuwangi.
Selain minum di tempat, Ita juga menjual kopi tersebut dalam bentuk biji ataupun bubuk dengan kemasan 100 gram yang dihargai sekitar Rp25.000 hingga Rp30.000.
Baca juga: Festival Ngopi Sepuluh Ewu dongkrak penjualan kopi Banyuwangi
Baca juga: Banyuwangi gelar Festival Ngopi Sepuluh Ewu
Produksi Kopi Banyuwangi
Banyuwangi yang terletak di paling timur Pulau Jawa memiliki wilayah pesisir sekaligus dataran tinggi. Terdapat daerah gugusan gunung di Banyuwangi yang membuatnya memiliki dataran tinggi dengan dua gunung eksotis yaitu Gunung Raung dan Gunung Ijen yang keduanya terkenal di kalangan pendaki dengan kawah raksasanya.
Dekat dengan air laut karena berada di pesisir, dataran tinggi penghasil belerang, dan letak geografis perkebunan kopi di pegunungan yang menghadap timur menjadikan Banyuwangi sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Jawa dengan rasa yang unik.
Salah satu jenis kopi yang ditawarkan di Kedai Kopi Herbal Sekar Wangi, yaitu kopi Glen Nevis, ditanam di lereng Gunung Terong dalam kawasan perusahaan perkebunan PT Glen Nevis yang bergerak di bidang kopi dan karet.
Jika kopi Ijen memiliki keunikan dari semburan belerang di tanah pegunungan, kopi Glen Nevis diproses dengan dicuci menggunakan air dari sumber air panas di Gunung Terong.
Tidak hanya unggul dari perkebunan kopi, di Banyuwangi juga terdapat sebuah desa yang bisa disebut sebagai "ibu kota kopi" di Banyuwangi, yaitu Desa Kemiren.
Desa Kemiren terletak di Kabupaten Banyuwangi. Desa ini bukan penghasil ceri kopi karena tidak memiliki kebun kopi satu hektar pun, namun penduduk di Desa Kemiren piawai dalam mengolah biji kopi hingga menjadi minuman enak.
Febri dari Kelompok Sadar Wisata Desa Kemiren mengatakan penduduk desa biasa mengolah biji kopi dari berbagai daerah di Banyuwangi. "Kita (adalah) desa pengolah biji kopi, dari mulai robusta dari Gumbengsari, arabika Belawan dari Pegunungan Ijen," kata dia.
Uniknya masyarakat Desa Kemiren mengolah biji kopi dengan cara tradisional, yaitu menyangrai di atas wajan besar yang dipanaskan menggunakan kayu bakar serta menghaluskan kopi dengan cara ditumbuk. Kopi Jaran Goyang dan Kopi Osing adalah kopi yang terkenal dari Desa Kemiren.
Desa Kemiren telah menjadi desa wisata yang menawarkan berbagai hal mulai dari proses pengolahan kopi tradisional, cagar budaya rumah adat suku Osing yaitu masyarakat asli Banyuwangi, dan Festival Ngopi Sepuluh Ewu (sepuluh ribu cangkir kopi) yang diadakan tiap 12 Oktober setiap tahunnya.
"Sejak enam sampai tujuh tahun lalu, pada 12 Oktober ada acara yang namanya Ngopi Sepuluh Ewu. Warga memberikan kopi gratis untuk masyarakat yang hadir," kata Febri.
Banyuwangi yang terkenal dengan masyarakat penarinya dan tarian Gandrung, penduduknya juga menyukai kopi lebih dari sekadar produksi dan pengolahannya saja.
Dalam waktu dekat, yaitu pada 7 Oktober, kata Ita Rosita, diadakan forum perkumpulan antara produsen hingga komunitas pecinta kopi se-Banyuwangi. Tidak ada lain kecuali ngobrol mengenai kopi.
Tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kopi Internasional. Maka, sudahkah Anda ngopi hari ini?
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019