Darah politik tampaknya mengalir dari kedua orang tuanya, baik sang ibu, Megawati, maupun sang ayah, Taufik Kiemas yang pernah menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
Cucu dari Presiden pertama RI sekaligus Proklamator Soekarno ini sudah mengenal dunia politik sejak usia muda dan digadang-gadang meneruskan tradisi politik dalam keluarga Soekarno.
Pemilik nama lengkap Puan Maharani Nakshatra Kusyala itu mendapatkan gelar sarjananya dari Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia.
Puan kecil mengenyam pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar (SD) Perguruan Cikini yang diselesaikannya pada 1985, kemudian dilanjutkan di SMP dan SMA Perguruan Cikini.
Lulus dari SMA pada 1991, Puan Maharani kemudian melanjutkan ke Jurusan Ilmu Komunikasi Massa, FISIP, UI, yang diselesaikannya pada 1997.
Sebenarnya, ketertarikan Puan terjun di dunia politik diawali dengan kiprahnya menjadi anggota DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sekira tahun 2006.
Puan kemudian menjajal peruntungan di Senayan sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2009 dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah V, meliputi Solo, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali.
Tak main-main, Puan Maharani lolos dan meraih perolehan suara terbanyak kedua di tingkat nasional pada pemilihan anggota legislatif saat itu, yaitu 242.504 suara.
Di lembaga legislatif, perempuan kelahiran Jakarta, 6 September 1973 itu dipercaya menjadi Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI tahun 2012-2014 menggantikan Tjahjo Kumolo saat itu.
Pada Pemilu 2014, Puan maju lagi sebagai caleg dan lolos. Namun, istri dari pengusaha Hapsoro Sukmonohadi atau akrab disapa Happy Hapsoro itu memutuskan mundur dari Senayan karena ditarik Jokowi jadi menteri.
Akhirnya, ibu dua anak itu menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia pada Kabinet Kerja.
Puan maju kembali mencalonkan sebagai anggota legislatif dari Dapil Jateng V pada Pemilu 2019, dan berhasil meraih suara tertinggi sebanyak 404.034 suara.
Di usia yang masih relatif muda, 46 tahun sekarang ini, karier politik Puan tampaknya kian melesat dengan terpilih sebagai Ketua DPR RI untuk masa bhakti 2019-2024.
Bahkan, Puan pun sudah ancang-ancang melepas jabatan Menko yang diembannya sebelum dilantik menjadi wakil rakyat, sebab tidak mungkin merangkap jabatan di eksekutif dan legislatif.
Sosok keibuan yang lembut, setidaknya itulah yang terpancar dari ibunda Praba Diwangkara Caraka Putra Soma dan Diah Pikatan Orissa Putri itu, namun sepak terjangnya di dunia politik tak bisa diremehkan.
Internal PDI Perjuangan mengakui sosok Puan tatkala didaulat menjadi "panglima perang" pada Pemilu 2014 yang berhasil membawa partai politik berlambang kepala banteng moncong putih itu menjadi pemenang pemilu.
Puan yang saat itu didaulat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu Pusat PDI Perjuangan berhasil mengubah nasib parpol yang semula identik sebagai oposisi menjadi parpol penguasa pemerintahan.
Ya, parpol pimpinan sang ibunda yang semula bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memang mengalami nasib kurang enak selama rezim Orde Baru, termasuk dirongrong perpecahan hingga akhirnya muncul PDI Perjuangan.
Puan pun sudah cukup kenyang dengan pengalaman politik yang represif karena kerap mengikuti sang ibu berkeliling ketika iklim demokrasi belum sebebas sekarang ini.
Pengalamannya pun semakin terasah di internal PDI Perjuangan ketika dipercaya menjadi Ketua Bidang Politik dan Hubungan Antar-Lembaga yang memiliki peran strategis.
Puan juga sempat duduk di Komisi VI DPR yang mengawasi BUMN, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta anggota badan kelengkapan dewan BKSAP (Badan Kerjasama Antar Parlemen).
Kini, Puan resmi terpilih memimpin DPR RI sebagai ketua, bersama empat wakil ketua, yakni Azis Syamsuddin (Fraksi Partai Golkar), Sufmi Dasco Ahmad (Fraksi Partai Gerindra), Rahmat Gobel (Fraksi Partai Nasdem), dan Abdul Muhaimin Iskandar (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa).
Puan berhasil membuat DPR RI "pecah telor" karena menjadi perempuan pertama yang memimpin lembaga tinggi tersebut, mengingat selama 74 tahun keberadaan DPR RI selalu diketuai laki-laki.
Pada Pemilu 2014, PDI Perjuangan yang menjadi partai pemenang pemilu sempat tidak mendapatkan jatah kursi Ketua DPR karena terjegal UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang direvisi.
Saat itu, fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih pendukung Prabowo Subianto-Hatta Radjasa membuat aturan soal kursi DPR itu direvisi sehingga Ketua DPR dipilih oleh anggota DPR melalui sistem paket.
Kali ini, sesuai UU MD3 yang baru, lima pimpinan DPR periode 2019-2024 dipilih berdasarkan partai dengan suara terbanyak di Pemilu 2019.
Kelima partai yang mendapat suara terbanyak pada Pemilu 2019 adalah PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai NasDem.
Usai dilantik sebagai Ketua DPR, Puan menyampaikan keinginanny agar DPR RI mengutamakan kualitas dalam produk legislasi yang dihasilkan lembaganya sehingga UU yang dihasilkan dalam lima tahun tidak terlalu banyak.
Menurut Puan, pimpinan DPR akan memformulasikan ke depannya apa yang akan menjadi prioritas legislasi, namun dirinya menginginkan tidak perlu terlalu banyak menghasilkan UU.
Puan meyakini lima pimpinan DPR RI 2019-2024 bisa membawa institusi tersebut lebih baik melakukan kerja-kerjanya secara bergotong royong.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019