• Beranda
  • Berita
  • Navigasi penerbangan dalam merawat tradisi dan menyongsong disrupsi

Navigasi penerbangan dalam merawat tradisi dan menyongsong disrupsi

3 Oktober 2019 11:58 WIB
Navigasi penerbangan dalam merawat tradisi dan menyongsong disrupsi
Warga menerbangkan balon udara saat mengikuti Festival Balon Ponorogo 2019 di Desa Nongkodono, Ponorogo, Jawa Timur, Rabu (12/6/2019). (Antara Jatim/Fikri Yusuf)

Jadi penting untuk menyusun regulasi, kami tidak mau misalnya seperti taksi atau ojek online yang sudah meluas, pemerintah baru mengatur.

Perlahan balon-balon udara itu terbang dan menghiasi langit dengan warna-warni serta ragam bentuk yang disambut sorak-sorai masyarakat Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Semua yang hadir di Lapangan Jepun Balong, Ponorogo, kala itu terlihat antusias, baik peserta lomba maupun warga yang tidak mau ketinggalan untuk menyaksikan festival balon udara sebagai tradisi usai Idul Fitri.

Kali ini mereka tidak khawatir balon-balon itu akan terbang tak terarah dan jatuh di sekitar permukiman karena sudah ditambat.

“Ada rumah yang terbakar gara-gara kejatuhan balon udara yang ada sumbunya,” kata Wakil Ketua PC GP Ansor Ponorogo Edi Setiono yang juga menginisiasi festival balon udara di daerahnya tersebut sejak 2017.

Ia menyadari akan bencana yang pernah dialami warga Ponorogo dan mencegahnya dengan menambat balon karena selain terhindar dari bahaya, cara itu ternyata juga bisa membantu keselamatan penerbangan.

“Kami sangat setuju dengan kampanye yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dan Airnav Indonesia karena masyarakat terutama pencinta balon lebih paham bahwa balon yang ada sumbunya dan tanpa ada tali pengendali sangat membahayakan, terutama terhadap penerbangan,” ujar Edi.

Tahun ini merupakan kali ketiga festival balon udara diadakan di Ponorogo dan tahun kedua bekerja sama dengan Airnav dan Kemenhub.

Ia berharap festival balon udara terus hadir dan menjadi ikon pariwisata Ponorogo selain sudah terkenal dengan seni Reog itu.

“Semoga Pemda Ponorogo terus andil dalam festival ini, sehingga di satu sisi tradisi menerbangkan balon tetap ada dan lestari di sisi lain balon yang diterbangkan lebih aman tanpa mengganggu lingkungan dan penerbangan,” ujarnya.

Kemenhub telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Balon Udara Pada Kegiatan Budaya Masyarakat sebagai payung hukum dalam mengatur penggunaan balon udara dalam kegiatan budaya agar tidak sirna sekaligus tidak mengancam keselamatan penerbangan.

Selain harus ditambat, warna balon udara juga harus mencolok dan dilengkapi panji-panji agar bisa dilihat oleh pesawat yang sedang beroperasi.

Baca juga: Drone untuk pengangkut manusia diluncurkan LAPAN

Pihak yang akan menerbangkan balon udara juga harus melapor terlebih dahulu kepada kantor Kepolisian, pemerintah daerah, dan Kantor Otoritas Bandara Udara setempat.

Sebagai operator yang mengatur lalu lintas penerbangan, Airnav bertanggung jawab dalam menyosialisasikan terkait bahaya yang diakibatkan apabila balon udara tersebut diterbangkan secara bebas.

“Dulu memang awal praktik di masyarakat tidak ditambat, Airnav dan Kemenhub merasa sulit kalau ini dilarang karena sudah menjadi tradisi, akhirnya kami mencarikan solusinya, boleh tapi harus diikat,” Manajer Humas Airnav Indonesia Yohanes Sirait.

Yohanes menjelaskan, balon udara itu terbang tidak terarah, hanya mengikuti arah angin sehingga sulit mendeteksi keberadaannya dan tentu sangat membahayakan penerbangan.

Berdasarkan laporan pilot yang diterima Airnav, balon udara yang terbang bebas semakin berkurang secara signifikan.

“Kita patut bersyukur ada pengurangan yang signifikan karena dalam penerbangan, sekecil apapun potensi bahaya atau hazard harus kami eliminasi dan kita juga tidak bisa menghilangkan budaya,” kata Yohanes.

Kehadiran Drone

Tantangan Airnav tidak berhenti dalam membantu merawat tradisi yang dapat beriringan dengan upaya menjamin keselamatan penerbangan, tetapi juga harus siap menyongsong disrupsi yang tidak terhindari.

Salah satunya adalah kehadiran pesawat tanpa awak jenis drone yang sudah jamak digunakan para traveller, vlogger, dan videographer.

Lebih luas lagi, drone juga sudah digunakan untuk di sektor pertanian, kesehatan, pertahanan, dan sektor lainnya.

Bahkan, Maskapai Garuda Indonesia juga berencana memesan 100 pesawat tanpa awak untuk pengangkutan kargo.

Bukan hanya itu, saat ini pengoperasian helikopter pun semakin masif dan sudah ada heliport di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

“Tentu ini harus diatur, oleh karena itu kami mendorong pilot drone harus bisa komunikasi dulu dengan kami, alurnya ke mana, helikoper juga kami koordinasikan supaya tidak terjadi kecelakaan,” ujar Yohanes.

Idealnya, menurut dia, setiap pilot drone harus teregistrasi dan mengantongi lisensi layaknya pilot pesawat komersial, namun karena jenis drone beragam,  perlu ada aturan khusus terkait jenis, mekanisme penerbangan serta pilot drone.

Untuk jenis drone sendiri, beberapa di antaranya sudah dirancang otomatis, sehingga apabila akan dioperasikan di wilayah sekitar bandara atau restricted area, drone itu tidak bisa diterbangkan.

Baca juga: Kemhan-PT Pertamina kerja sama pengunaan antidrone

Melihat fenomena ini, tentu Kemenhub tidak bisa tinggal diam dan harus segera merancang peraturan khusus terkait pengoperasian drone sebelum penggunaannya masif dan berpotensi menimbulkan masalah.

“Jadi penting untuk menyusun regulasi, kami tidak mau misalnya seperti taksi atau ojek online yang sudah meluas, pemerintah baru mengatur,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan Sugihardjo.

Sebetulnya, Kemenhub telah menerbitkan beberapa regulasi untuk mengatur penggunaan drone di ruang udara Indonesia antara lain Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 180 Tahun 2015 tentang pengendalian pengoperasian sistem pesawat udara tanpa awak di ruang udara yang dilayani Indonesia dan CASR part 107 small unmanned aircraft system atau sistem pesawat tanpa awak

Namun demikian, peraturan terbaru serta edukasi mengenai kesadaran keselamatan (safety awareness) bagi masyarakat luas diperlukan.

“Kalau yang diatur dalam aturan yang ada, baik peraturan menteri, di dalam PM 180 yang diperbarui PM 47/ 2016 maupun PM 163 masih sangat minim, belum ada antisipasi drone dipakai untuk transportasi,” ujar Sugihardjo.

Untuk itu, pemerintah wajib mengantisipasi perkembangan pemanfaatan teknologi drone di Indonesia dengan menyusun regulasi seperti sertifikasi pilot drone, registrasi dan sertifikasi drone, ketentuan pengoperasian dan pengawasan drone, pengaturan dan pengawasan ruang udara dalam pengoperasian drone, perizinan pemanfaatan drone untuk angkutan udara, penyiapan prasarana/fasilitas pendukung pengoperasian drone di bandar udara, pengawasan keamanan penerbangan dalam pemanfaatan drone, serta ketentuan asuransi dalam pengoperasian drone.

Salah satu pengguna aktif drone Bima Prasena Berkahillah mendukung peraturan mengenai pengoperasian drone ini asalkan diatur secara detil, terutama dari sisi teknis dan diberikan kemudahan untuk prosedur izin, misalnya dengan cara daring atau online.

Ia berharap peraturan tersebut tersampaikan kepada pengguna drone, baik itu pemula maupun profesional serta informasi yang jelas mengenai wilayah-wilayah yang dilarang menerbangkan drone.

“Teman-teman yang baru mencoba mungkin kurang paham karena terlalu excited akan teknologi baru ini, jadi saya harap mekanisme yang ada di peraturan tersampaikan. Seperti di Tokyo, Hong Kong dan Singapura di mana info-info mengenai prosedur dan ‘restricted area’ sudah bisa didapatkan ketika di bandara,” katanya.

Namun, Ia berharap pemerintah tidak hanya mengadopsi aturan dari negara-negara yang sudah lebih dulu mengatur drone, tetapi juga disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia.

“Saya berharap regulator tidak serta merta meng-copy paste instansi luar negeri karena beda kultur dan segala macamnya dan harus ada masukan dari berbagai pihak,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Pengamat Penerbangan Arista Indonesian Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati, yakni untuk penyusunan aturan ini, pemerintah harus melibatkan banyak pemangku kepentingan karena ranahnya yang luas, tidak hanya mencakup sektor transportasi.

“Semua harus diajak duduk bersama untuk menggodok ini, agar menyeluruh aturan ini karena melibatkan banyak sektor dan cakupannya sampai wilayah terpencil. Memang agak capek sedikit (menyusun aturan) tapi dampaknya untuk lima hingga 10 tahun ke depan,” ujarnya.
Baca juga: Menjaga langit hingga ke ujung negeri

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019