• Beranda
  • Berita
  • Rencana pembangunan kereta gantung di Rinjani munculkan kekhawatiran

Rencana pembangunan kereta gantung di Rinjani munculkan kekhawatiran

3 Oktober 2019 13:08 WIB
Rencana pembangunan kereta gantung di Rinjani munculkan kekhawatiran
Sejumlah tenda pendaki Gunung Rinjani berada di Pelawangan Sembalun, Lombok Timur, NTB, Kamis (31/7). ANTARA FOTO/Eka Fitriani/Asa/ss/Spt/14.
Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan ketinggian 3726 meter di atas permukaan laut dipercaya oleh sebagian masyarakat setempat sebagai tempat bersemayam para dewa.

Panorama alam di gunung api aktif tertinggi kedua di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Sumatera Barat dan Jambi dengan ketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang dihiasi berbagai jenis flora dan fauna serta Danau Segara Anak menjadi daya tarik bagi para wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Gunung Rinjani yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Dewi Anjani yang berada di tiga kabupaten di Lombok ini menarik minat para pelancong penggila tantangan untuk menaklukkan puncak gunung terjal dan berbatu itu.

Baca juga: Bupati Lombok Utara khawatirkan nasib pemandu wisata gunung Rinjani


Hingga kini tak sedikit pendaki yang menjadi "tumbal" gunung yang dianggap keramat oleh sebagian masyarakat di Pulau Lombok. Namun ancaman maut itu ternyata tak mampu menciutkan nyali para pendaki untuk menaklukkan puncak Rinjani.

Pendaki gunung yang berada di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) itu rata-rata mencapai 300 hingga 500 orang per hari melalui sejumlah jalur pendakian di Pulau Lombok, antara lain jalur pendakian Senaru, Torean, Aik Berik dan Jalur pendakian via Timbanuh.

Sejatinya objek wisatawan pendakian Gunung Rinjani memberikan berkah bagi masyarakat Pulau Lombok. Keberadaan gunung yang menawarkan sejuta pesona itu memberikan peluang berusaha di sektor jasa pendakian bagi ribuan orang.

Ada yang menjadi pengangkut barang (porter) dan pemandu wisata. Aktivitas tersebut juga mampu menggerakkan perekonomian warga desa di lereng gunung yang dengan areal pertanian yang subur itu.

Tak hanya dari sektor pariwisata. Gunung Rinjani juga menjadi tempat masyarakat di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani mengais rezeki. Mereka banyak memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Karena itu ketika pendakian Gunung Rinjani ditutup dengan alasan cuaca ekstrem dan penutupan akibat bencana gempa bumi selama setahun terakhir menjadi musim paceklik berkepanjangan bagi warga yang berada di lereng Gunung Rinjani.

Keberadaan gunung yang sempat viral karena fenomena "topi awan" putih tebal yang melingkari puncak gunung menjadi sumber kehidupan bagi warga, karena objek wisata itu menjadi tempat sebagian besar warga lereng gunung mengais rezeki sejak puluhan tahun silam.

Karena itu ketika beberapa kali muncul rencana pembangunan kereta gantung di Gunung Rinjani menuai pro dan kontra. Rencana pembangunan fasilitas untuk memudahkan lebih banyak wisatawan dapat menikmati keindahan Gunung Rinjani mendapat penolakan dari sebagian masyarakat, khususnya di Pulau Lombok.

Kini muncul lagi rencana pembangunan wahana kereta gantung di jalur "trekking" (pendakian) Gunung Rinjani melalui Kabupaten Lombok Tengah. Wacana yang dimunculkan sejak beberapa tahun terakhir nampaknya akan direalisasikan.

Bupati Lombok Tengah HM Suhaili FT mengatakan pusat sudah memberi lampu hijau terkait rencana pembangunan fasilitas wisata tersebut. Bahkan rencana itu sedang dalam proses perizinan.

Pada tahap selanjutnya setelah pemerintah pusat memberikan respons positif terhadap rencana ini fasilitas tersebut dibangun di jalur pendakian di Kabupaten Lombok Tengah.

Menurut Suhaili, sudah ada beberapa investor yang menyatakan tertarik untuk berinvestasi di proyek tersebut, seperti sebelumnya ada investor asal China. Beberapa pemodal lainnya juga berminat untuk mengembangkan bisnis wahana kereta gantung di pendakian Rinjani.

Menurut rencana panjang jalur kereta gantung yang akan dibangun sekitar 9 kilometer dimulai dari kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) di Desa Lantan hingga Pelawangan Gunung Rinjani. Dari Pelawangan wisatawan bisa turun langsung ke Danau Segara Anak.

Setelah wahana kereta gantung rampung dibangun, jalur pendakian yang ada tetap dibuka. Ini untuk memberikan alternatif pilihan bagi wisatawan apakah mereka akan tetap mendaki melalui jalur pendakian yang ada atau memanfaatkan jasa kereta gantung.

Namun rencana pembangunan wahana kereta gantung menuju objek wisata Gunung Rinjani itu nampaknya akan menghapi kendala, karena tetap mendapat penolakan dari sebagian masyarakat khususnya yang selama ini menggantungkan hidup dari usaha pendakian Gunung Rinjani.

Baca juga: Gunung Rinjani masuk jajaran wisata terpopuler di Google

Mengaku khawatir

Pemerintah Kabupaten Lombok Utara yang juga berhak atas wilayah Gunung Rinjani, khususnya yang menyangkut jalur pendakian Senaru di Kecamatan Bayan mengaku khawatir jika rencana pembangunan wahana kereta gantung itu benar-benar diwujudkan.

Bupati Lombok Utara H Najmul Akhyar mengkhawatirkan nasib pemandu wisata (porter dan guide) jika kereta gantung beroperasi di jalur pendakian Gunung Rinjani di Kabupaten Lombok Tengah.

Menurut dia, kehidupan banyak orang, terutama yang menggantungkan hidupnya dari usaha wisata pendakian Gunung Rinjani harus dipikirkan, seperti pemandu wisata, porter dan usaha penginapan di lereng Rinjani, seperti di Senaru.

Karena itu bagi Najmul apa yang dilakukan pemerintah harus melalui kajian dan pertimbangan matang agar tidak mengganggu perekonomian masyarakat sekitarnya yang selama ini mengais rezeki dari usaha wisata tersebut.

Ia menyarankan rencana pemerintah pusat untuk membiayai pembangunan kereta gantung di jalur pendakian Gunung Rinjani melalui pintu masuk Desa Aik Berik, Kabupaten Lombok Tengah, perlu dipertimbangkan dampak sosial ekonomi bagi warga Pulau Lombok yang menggantungkan hidup dari jasa pendakian.

Terlebih lagi, kata Najmul, warga Kabupaten Lombok Utara, baru beberapa bulan merasakan dampak positif dari aktivitas pendakian Gunung Rinjani yang dibuka pada Juli 2019.

Sejatinya pascagempa bumi pada Agustus 2018, kondisi usaha jasa wisata di lingkar Gunung Rinjani Pulau Lombok, masih belum pulih. Selama setahun warga di lereng Gunung Rinjani menghadapi musim "paceklik".

Bahkan sejumlah penginapan yang mengalami kerusakan belum sepenuhnya bisa diperbaiki karena masih minimnya sumber dana para pengusaha akibat ditutupnya aktivitas pendakian Rinjani oleh pemerintah hampir satu tahun setelah gempa.

Karena itu, menurut Najmul, pemerintah harus memikirkan nasib ribuan orang yang berprofesi sebagai pemandu wisata pendakian Rinjani. Saat ini saja, kondisi kampung di lingkar Gunung Rinjani, masih sepi karena pengunjung belum ramai seperti sebelum gempa.

Selain persoalan itu, Najmul juga berhitung terkait retribusi yang diperoleh pusat dan daerah, meliputi Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Utara akibat adanya kereta gantung tersebut.

Apabila yang menjadi tolak ukur pembangunan adalah pendapatan asli daerah (PAD), maka harus ada kajian. Apakah besaran PAD yang diperoleh berbanding lurus dengan jumlah masyarakat yang kehilangan pekerjaan.

Di sisi lain, Najmul mengklaim bahwa pemerintah antarkabupaten perlu duduk bersama terkait rencana tersebut. Demikian pula, pemerintah pusat seharusnya mempertimbangkan banyak aspek, baik ekonomi maupun sosial.

Bupati Lombok Utara mengaku tidak ingin warga Desa Senaru, Kabupaten Lombok Utara yang berada lingkar Gunung Rinjani, dan sekitarnya menjadi pengangguran karena beralihnya wisatawan menggunakan kereta gantung.

Pemerintah Provinsi NTB harus ikut menjembatani karena masalah tersebut lintas kabupaten. Lombok Tengah membangun kereta gantung yang mengarah ke wilayah Lombok Utara. Ini harus dipertimbangkan secara matang agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Sejatinya pembangunan fasilitas di objek wisata pendakian Gunung Rinjani dalam upaya meningkat kunjungan wisatawan objek ke wisata tersebut, termasuk rencana pembangunan kereta gantung yang diwacanakan sejak beberapa tahun lalu memunculkan persoalan baik dari sisi ekonomi, sosial dan budaya.

Baca juga: Fenomena puncak Gunung Rinjani "Bertopi" tak terkait pertanda gempa
 

Pewarta: Masnun
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019