"Meskipun penerbitan Perppu merupakan hak prerogatif Presiden dan bersifat subjektif, tetapi penerbitan Perppu terhadap UU KPK menjadi tidak konstitusional. Sebab, Perppu tersebut tidak memenuhi syarat kondisi 'kegentingan yang memaksa', sebagaimana parameter yang disyaratkan Pasal 22 UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Tidak ada kegentingan memaksa, yang mengharuskan Presiden menerbitkan Perppu," kata Indriyanto, di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Guru Besar LIPI: Terbitkan Perppu KPK sebelum pembentukan kabinet
Selain itu, kata dia, bila Presiden menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU KPK, sehingga UU yang baru itu menjadi tidak sah, maka akan terjadi overlapping (tumpang tindih) dengan putusan MK nanti.
Apalagi, lanjut dia, bila akhirnya putusan MK nanti menolak permohonan uji materi, yang artinya tetap mengesahkan UU KPK yang baru.
Baca juga: KPK tunggu putusan final rencana penerbitan perppu
"Itu artinya tidak ada kepastian hukum, karena ada tumpang tindih dan saling bertentangan mengenai polemik objek yang sama, yaitu UU KPK," ucap Indriyanto.
Ia menjelaskan, pilihan yang konstitusional dan memiliki legitimasi hukum saat ini hanya melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Syamsuddin Haris: Perppu diperlukan untuk mengembalikan kekuatan KPK
Oleh karena itu, alangkah lebih baik bila semua komponen masyarakat menunggu proses dan keputusan di MK yang bersifat final dan mengikat.
"Presiden memiliki diskresioner penuh untuk memutuskan bahwa jalur legitimasi melalui putusan MK adalah pilihan dengan legalitas yang sempurna," ujar mantan Pansel Capim KPK ini.
Baca juga: Wapres: Perppu KPK justru tunjukkan lemahnya wibawa Presiden
Indriyanto menambahkan, terkait pertentangan antara Perppu dan putusan MK, maka Perppu harus menundukkan diri kepada putusan yang final dan mengikat itu.
"Jadi, untuk menghindari adanya pertentangan tersebut, jalur utama dengan legitimasi konstitusional adalah menunggu putusan MK atas uji materi UU MK, yang sudah diajukan sejumlah mahasiswa," demikian Indriyanto Seno Adji.
Pengamat: Jokowi sedang dihadapkan pada situasi sulit
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019