"Japri dulu. Jangan langsung to the point di grup. Karena orang kalau ditegur di grup, resistensi untuk menyangkalnya tinggi," ujar Widuri saat ditemui usai peluncuran platform Hoaxplay.com di Jakarta, Kamis.
Setelah menegur lewat personal chat, para pejuang anti-hoaks sebaiknya mengirim tautan tandingan konten hoaks tersebut.
Bagi pengirim pesan hoaks, Widuri menilai fitur hapus pesan dalam grup WhatsApp cukup membantu menekan penyebaran informasi bohong itu.
Baca juga: Hoaxplay.com, situs pelawan hoaks demi literasi digital
Widuri mengatakan pengirim pesan hoaks semestinya meminta maaf atas konten yang dikirimnya dalam grup percakapan itu.
"Pertama, yang harus dilakukan minta maaf. Kemudian, memberikan berita counter-nya. Jadi, 'Mohon maaf yang tadi saya sebarkan salah. Ini berita yang benarnya.' Jadi, orang yang menyebarkannya lagi tahu kebenarannya," kata Widuri.
Namun, Widuri menyayangkan orang-orang yang kemudian mengetahui konten yang dikirimnya ke grup percakapan adalah konten hoaks seringkali tidak mau meminta maaf, apalagi menyebarkan unggahan anti-hoaks.
Baca juga: Hoaks, Kementerian Kominfo batasi akses internet di Twitter
Padahal, ICT Watch bersama sejumlah platform pendukung gerakan melawan hoaks telah menyediakan sejumlah konten untuk melawan konten hoaks.
"Kami sedih karena kami sudah nyediain counter-counter-nya. Tapi, enggak viral seperti hoaks-nya. Setiap kali kami sebar konten, pihak yang menyebar konten anti-hoaks itu sedikit," ujar Widuri.
Widuri juga meminta keterlibatan para pengguna aplikasi percakapan di ponsel pintar. "Bagi Anda yang mengetahui sebuah postingan itu hoaks, tolong jangan diam saja. At least do something," katanya.
Baca juga: Perangi hoaks, Kominfo gelar diskusi publik
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019