"Pecandu game, setelah diteliti otaknya, kalau dia terpapar sejak balita kerusakannya sama dengan pecandu napza," kata Fidiansjah dalam siaran pers Kementerian Kesehatan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan bahwa otak bagian depan atau prefrontal cortex belum berfungsi secara sempurna saat anak masih berusia di bawah lima tahun atau balita.
Kalau pada masa itu anak mendapat kesenangan dari bermain game, ia melanjutkan, maka adiksi akan muncul sejak kecil dan berlangsung terus menerus selama masa pertumbuhannya.
"Kalau prefrontal cortex belum berfungsi tapi sudah diberi kesenangan game, akibatnya dia merasa adiksi yang menyenangkan. Akibatnya anak-anak tidak mau belajar, ini lebih berbahaya daripada psikotropika dan zat adiktif," kata Fidiansjah.
Ia menyebutkan, gejala anak sudah kecanduan game antara lain mereka lebih mementingkan bermain game ketimbang belajar atau bermain game dalam waktu lama.
Dalam upaya menanggulangi masalah kesehatan terkait penggunaan teknologi, Kementerian Kesehatan melakukan pendekatan edukasi pada orang tua dan pelajar, termasuk di antaranya mengampanyekan penggunaan teknologi sesuai fungsi dan menjelaskan ancaman dan tantangan dalam penggunaan teknologi.
Fidiansjah mengimbau para orang tua memantau penggunaan teknologi anak secara cerdas.
"Di keluarga harus memulai dengan hal sederhana, misal ada waktu keluarga tanpa handphone, saat beribadah dan makan," katanya.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengategorikan kecanduan game sebagai gangguan mental. WHO memasukkan kecanduan game dalam statistik klasifikasi penyakit internasional (International Statistical Classification of Diseases/ICD).
Kecanduan game dianggap sebagai penyakit mental apabila membuat seseorang tidak bisa mengendalikan kebiasaannya dalam bermain game dan memprioritaskan game di atas kegiatan lain yang lebih penting.
Baca juga:
Kecanduan game online bisa mempengaruhi psikis anak
Batas waktu anak mainkan game agar tak kecanduan
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019