Dalam siaran pers BNPB, Senin, ia mengatakan bahwa petugas kesehatan kesulitan menjangkau para penyintas gempa yang tersebar tidak dalam kelompok-kelompok besar di Maluku.
"Di sisi lain ketersediaan tenaga kesehatan seperti dokter umum, bidan, perawat, apoteker, dan tenaga psikososial masih sangat dibutuhkan di Maluku," katanya.
Agus menjelaskan, penanganan darurat di sektor kesehatan tidak hanya mencakup pelayanan medis tetapi juga memastikan pemenuhan gizi pada kelompok rentan, pemantauan kesehatan reproduksi, penyaluran obat-obatan, dan pencegahan serta pengendalian penyakit.
Masalah sebaran penyintas gempa Maluku juga menyulitkan personel penanganan darurat lain yang bertugas di kabupaten/kota terdampak dalam memberikan pelayanan.
"Penanganan darurat juga dilakukan lintas sektor seperti pendidikan, penanganan dan pelindungan penyintas, ekonomi, sarana dan prasarana, serta logistik," kata Agus.
BNPB masih mendampingi pemerintah daerah setempat menangani dampak gempa di Maluku serta memastikan pelayanan kepada warga terdampak berjalan dengan baik.
Gempa Maluku dengan magnitudo 6,5 terjadi di 40 kilometer Timur Laut Ambon, Maluku, pada 26 September. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hingga Senin pagi pukul 03.00 WIB sudah terjadi 1.149 gempa susulan setelah gempa utama pada 26 September.
Masa tanggap darurat penanganan dampak gempa itu akan berakhir Rabu (9/10). Pemerintah Provinsi Maluku berencana memperpanjang masa tanggap darurat pasca-gempa.
Baca juga:
BNPB: 1.149 gempa susulan terjadi di Maluku
Rumah rusak akibat gempa Maluku 6.184 unit
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019