Hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum menandatangani Keppres terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyebutkan besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih memungkinkan mengalami perubahan menyusul masih dilakukannya kajian-kajian ulang terhadap usulan yang sebelumnya disampaikan.
"Kita lihat angkanya tergantung pada Keppres-nya dan kenaikan, ini kan belum resmi baru usulan penyesuaian. Kalau nanti keppresnya sudah keluar berapa angka pastinya dari Bapak Presiden apakah jadi sekaligus atau bertahap," kata Mardiasmo usai acara Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kemenkominfo Jakarta, Senin.
Mardiasmo menekankan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan naik lebih tinggi lagi karena dana rencana kenaikan yang disiapkan dalam APBN 2020 sudah ditetapkan sesuai usulan dari Kementerian Keuangan.
Wamenkeu menjelaskan kemungkinan perubahan besaran iuran bisa lebih rendah, atau diterapkan secara bertahap.
Baca juga: Menkes katakan perilaku hidup sehat kurangi defisit BPJS Kesehatan
"Lebih rendah mungkin, kalau bertahap juga mungkin. Tapi kalau lebih tinggi nggak mungkin," kata dia.
Mardiasmo menjelaskan usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR RI adalah besaran iuran yang disesuaikan dari usulan kenaikan iuran dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Menurutnya, Kementerian Keuangan sedikit memodifikasi besaran iuran yang diusulkan DJSN agar program Jaminan Kesehatan Nasional bisa berkelanjutan hingga 2025.
Hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum menandatangani keputusan presiden (Keppres) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan oleh Kementerian Keuangan.
Menurut Mardiasmo, pemerintah masih melakukan pembenahan dari seluruh sistem JKN dan berbagai regulasinya sebelum keputusan kenaikan iuran benar-benar ditetapkan.
Baca juga: Wamenkeu: Pemerintah sudah tanggung 73,63 persen kenaikan iuran BPJS
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019