Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatera Selatan (Sumsel) mencatat hanya 33 perusahaan dari 73 anggota asosiasi itu yang mendapat sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System atau ISPO.Dengan adanya ISPO ini maka perusahaan sawit dituntut untuk patuh terhadap pengelolaan sawit berkelanjutan...
Ketua GAPKI Sumsel Harry Hartanto di Palembang, Selasa, mengatakan seringkali perusahaan terhambat dalam persyaratan pokok dalam mendapatkan sertifikasi ISPO, salah satunya legalitas lahan.
“Masalah legalitas itu, misalnya terkait HGU (Hak Guna Usaha) yang belum terbit, tumpang tindih kawasan dan lainnya,” kata dia ketika djumpai pada acara Klinik ISPO.
Harry menjelaskan sertifikasi ISPO bersifat mandatori sehingga semua perusahaan sawit yang beroperasi di Indonesia wajib memiliki sertifikat yang menunjukkan pengelolaan perkebunan secara berkelanjutan.
Ia menambahkan sertifikat tersebut juga menjadi acuan bagi buyer di pasar internasional terkait komoditas sawit yang acapkali mendapat sentimen negatif terkait lingkungan, terutama dari negara Uni Eropa.
Sementara itu Kepala Sekretariat Komisi ISPO R Azis Hidayat mengatakan ISPO bertujuan untuk mengatur tata kelola perkebunan sawit sesuai dengan peraturan di Indonesia.
“Dengan adanya ISPO ini maka perusahaan sawit dituntut untuk patuh terhadap pengelolaan sawit berkelanjutan, sasarannya hingga dapat mengakomodasi nasib generasi ke depan,” kata dia.
Diketahui, standar sawit berkelanjutan tersebut telah diberlakukan sejak 2011 lalu. Berdasarkan data GAPKI, sampai Agustus 2017 jumlah perkebunan sawit yang telah mengantongi sertifikasi ISPO berjumlah 306 perusahaan, satu koperasi petani swadaya, dan satu kelompok petani plasma.
Baca juga: CIFOR nyatakan ISPO jamin sawit Indonesia berkelanjutan
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019