“Apalagi untuk kota Jakarta, hukumnya wajib!” kata Tulus di Jakarta, Selasa.
Pernyataan tersebut terkait erat dengan persoalan solar subsidi akhir-akhir ini, terutama terkait dengan kebijakan pembatasan pembelian solar subsidi, yang akhirnya dicabut tak lama kemudian.
Pembatasan solar subsidi memang tidak memecahkan persoalan, bahkan di lapangan hanya menyulitkan dan membuat potensi crowded menjadi sangat besar.
"Oleh karena itu, jika konteksnya terkait polusi, sudah saatnya Pemerintah mewajibkan penggunaan BBM berkualitas tinggi, termasuk solar," katanya melalui keterangan tertulis.
Selain itu, lanjutnya, akan lebih adil kalau dilakukan penyesuaian harga solar karena hal itu lebih menjamin ketersediaan, dibandingkan melakukan pembatasan.
Untuk itu pula, sudah saatnya Pemerintah mulai menghitung harga BBM nasional, termasuk solar, terkait harga minyak mentah dunia.
Menurut dia, lebih baik barang ada walau harga naik, daripada harga tetap tetapi barang tidak ada.
“Seharusnya harga BBM memang disesuaikan dengan harga keekonomian, kecuali untuk kelompok khusus, misalnya nelayan,” lanjutnya.
Menurut Tulus, dari sudut pandang konsumen, pembatasan penggunaan solar memang memiliki banyak kerugian diantaranya mengganggu distribusi pasokan logistik, yang ujung-ujungnya dapat mengakibatkan kenaikan harga-harga.
“Konsumen yang menanggung rugi karena harus menanggung inefisiensi akibat kenaikan harga tersebut,” katanya.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan juga mengatakan bahwa peralihan penggunaan solar subsidi ke non subsidi, bisa menjadi solusi.
Terkait hal itu, dia meminta Pemerintah kembali menggalakkan imbauan kepada masyarakat untuk menggunakan solar non subsidi.
Peran Pemerintah, tambahnya, sangat penting, karena banyak pengguna mobil pribadi seperti Pajero, Fortuner, dan bahkan Innova diesel, yang masih menggunakan solar subsidi.
Menurut dia, saat ini banyak konsumen berpendapat bahwa mesin diesel lebih kuat dan bandel dibandingkan mesin non diesel, dalam artian bagi mereka tidak ada masalah ketika memakai BBM murah seperti solar subsidi.
Padahal dengan menggunakan solar non subsidi, lanjutnya, biaya perawatan jauh lebih murah, usia mesin lebih awet, dan membuat mesin juga lebih lembut dan bertenaga.
“Dengan menggunakan Pertamina Dex dan Dexlite yang kadar sulfurnya lebih rendah, maka akan membuat mesin lebih awet dan meringankan biaya maintanance. Tidak menimbulkan polusi asap hitam, suara mesin lebih lembut dibandingkan memakai solar subsidi,” kata dia.
Menurut Mamit, karut-marut solar subsidi memang seperti tak ada hentinya, termasuk yang terakhir, ketika Pemerintah kembali mencabut aturan mengenai pembatasan penggunaan solar subsidi.
Padahal, tambahnya, pencabutan pembatasan penggunaan solar subsidi tersebut akan merugikan Pemerintah. Hal itu, lanjutanya menyebabkan penggunaan solar subsidi menjadi tidak terkontrol. Karena secara otomatis, setiap orang bisa menggunakan solar subsidi tersebut.
“Bisa jebol dan otomatis beban APBN pasti meningkat,” kata Mamit
Pewarta: Subagyo
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019