"Sejumlah menteri yang berlatar belakang profesional peluangnya lebih besar dilantik lagi. Menteri-menteri dari kalangan profesional lebih nampak kinerjanya," ucap Yasin melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Ia mencontohkan sosok Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menurut dia, meski Susi sempat membuat kebijakan kontroversial seperti melarang nelayan menggunakan cantrang, hal itu tak lain demi menjaga sumber daya laut.
"Apalagi berdasarkan studi yang pernah dilakukan, penggunaan cantrang dianggap merusak sumber daya laut dan ekosistem karang," ucap Yasin.
Hal lain yang perlu diapresiasi dari Susi, kata Yasin, adalah terkait perang melawan "illegal fishing".
"Dalam konteks penenggelaman, Ibu Susi paling tinggi. Prestasinya dalam law enforcement atau perang melawan illegal fishing patut diapresiasi," ucap Yasin.
Sosok lainnya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Meski kebijakan-kebijakannya tidak ada yang revolusioner, kata dia, namun terbukti mampu menyeimbangkan neraca keuangan negara.
"Kunci keuangan negara itu ada di Ibu Sri Mulyani. Pola yang dimainkan adalah kebijakan ekonomi liberal. Membuka lebar-lebar akses investasi dari luar. Investasi ini dibuka dalam rangka menyeimbangkan neraca keuangan. Tidak ada kebijakan monumental tetapi di politik, Sri Mulyani berpotensi di Pilpres 2024," ujarnya.
Selain dua srikandi itu, lanjut Yasin, ada juga sosok Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Ia menyatakan sejak awal penunjukan Retno sebagai Menlu justru banyak yang menyangsikan, namun kerja kerasnya dalam berkomunikasi dengan negara-negara luar telah membuahkan hasil yang nyata.
"Pada awal-awal penunjukan Ibu Retno diragukan kemampuannya, termasuk komunikasinya dengan beberapa negara lain banyak diragukan tetapi belakangan dia bisa menunjukkan seperti masuknya Indonesia sebagai Dewan Kehormatan di PBB," ungkap Yasin.
Namun, lanjut dia, Retno masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, misalnya persoalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Sementara, ucap Yasin, sejumlah menteri dari kalangan partai politik justru paling terancam karena mayoritas dari mereka jarang berprestasi dan memiliki terobosan baru.
Ia pun mencontohkan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang menjabat sebagai Menteri Perindustrian.
"Saya kira Menteri Perindustrian belum ada terobosan baru. Tidak ada perkembangan signifikan. Tidak bisa mendatangkan investasi di bidang industri, stimulan-stimulannya tidak ada. Saya kira kinerjanya belum maksimal di bidang perindustrian," tuturnya.
Ia juga menyoroti soal kinerja Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
"Apalagi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita banyak melakukan kebijakan-kebijakan impor yang menimbulkan polemik. Justru sentimen negatifnya terhadap Enggartiasto Lukita lebih besar," kata Yasin.
Yasin juga menyoroti kinerja Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri yang justru tidak mampu melindungi buruh.
"Ya seharusnya Menaker itu banyak mengeluarkan peraturan menteri yang bisa menjawab persoalan-persoalan krusial. Berkaitan dengan buruh dan perlindungan kesejahteraan buruh. Menaker sendiri tidak bisa menjawab persoalan-persoalan di buruh. Contoh kasus soal PHK besar-besaran di perusahaan Krakatau Steel," ujarnya.
Seharusnya, kata dia, Hanif mampu membuat peraturan yang bisa melindungi para pekerja.
Baca juga: Sri, Susi, dan Retno 3 srikandi menteri yang harus dipertahankan
Baca juga: Dua menteri diperkirakan tak lolos ke Senayan
Baca juga: Menteri Yohana jadi pembina Srikandi Sungai Indonesia
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019