• Beranda
  • Berita
  • Bagi Indonesia, lawan UAE seperti 'sekali mendayung lampaui dua pulau'

Bagi Indonesia, lawan UAE seperti 'sekali mendayung lampaui dua pulau'

10 Oktober 2019 12:57 WIB
Bagi Indonesia, lawan UAE seperti 'sekali mendayung lampaui dua pulau'
Bek tim nasional Indonesia Hansamu Yama Pranata (kiri) dan pelatih timnas Indonesia Simon McMenemy berfoto usai menjalani konferensi pers sebelum laga Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia kontra Uni Emirat Arab (UAE) di Dubai, Rabu (9/10/2019). (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia/PSSI)

Peribahasa, ‘sekali mendayung dua pulau terlampaui’ sedikit banyak pas disematkan untuk upaya Indonesia menghadapi Uni Emirat Arab (UAE) di laga Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022, Kamis (10/10) di Dubai.

Sebab, setidak-tidaknya ada dua hal penting yang bisa dicapai Indonesia jika menaklukkan UAE dalam pertandingan yang berlangsung di Stadion Ali Maktoum, Dubai, mulai pukul 23.00 WIB tersebut.

Pertama adalah peluang untuk lolos ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2022 tetap terjaga.

Baca juga: Hansamu: UAE bukan tim tak terkalahkan

Saat ini, timnas Indonesia yang dilatih Simon McMenemy berada di peringkat terakhir atau kelima klasemen sementara Grup G dengan nol poin karena tidak pernah menang di dua laga.

Sementara UAE bertengger di urutan kedua dengan tiga poin, hasil kemenangan dari satu pertandingan kontra Malaysia. Sementara Thailand, Malaysia dan Vietnam berturut-turut mengisi posisi pertama, ketiga dan keempat.

Dengan kondisi seperti itu, pelatih Simon McMenemy sudah memperkirakan laga kontra UAE bakal berat, apalagi Indonesia berstatus tandang.

Simon pun memutuskan untuk datang seminggu lebih awal ke Dubai. Tanggal 3 Oktober, skuat berjuluk Garuda tiba di negara tempat berdirinya Burj Khalifa, bangunan tertinggi di dunia tersebut.

Baca juga: Timnas Indonesia langsung latihan setelah tiba di Dubai

Adaptasi menjadi pekerjaan rumah Andritany Ardhiyasa dan kawan-kawan. Mereka harus terbiasa dengan situasi dan perbedaan waktu Dubai dengan Jakarta yang berselisih tiga jam.

Persoalan stamina juga menjadi sorotan. Saat takluk kepada Malaysia (2-3) dan Thailand (0-3) di Grup G yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pelatih Simon McMenemy mengeluhkan kondisi fisik pemain menurun terutama di 20 menit terakhir babak kedua.

Tugas lain yang perlu dilakukan yaitu membangun mental bertanding. Di Stadion Al Maktoum yang berkapasitas sekitar 15.000 penonton, skuat berjuluk Garuda harus tahan dengan tekanan dari suporter tuan rumah.

UAE juga memiliki tim yang tangguh dan dilatih oleh sosok ternama dengan segudang pengalaman, Lambertus ‘Bert’ van Marwijk. Pria asal Belanda tersebut sudah malang melintang di kompetisi Eropa bersama klub-klub ternama layaknya Borussia Dortmund, Feyenoord dan pernah menangani timnas Belanda, Arab Saudi dan Australia.

Van Marwijk pulalah yang membawa Belanda melaju hingga final Piala Dunia 2010. Di partai puncak, Belanda dikalahkan Spanyol 1-0 melalui gol di perpanjangan waktu.

 

Momok

Capaian positif kedua Indonesia kalau mampu menaklukkan UAE yakni mengakhiri paceklik kemenangan atas tim-tim Asia Barat, atau sering disebut Timur Tengah.

Terakhir kali timnas senior Indonesia mampu menang atas tim Timur Tengah terjadi tahun 2007, tepatnya di fase grup Piala Asia.

Kala itu, Indonesia menghantam Bahrain 2-1 melalui gol duet penyerang legendaris Budi Sudarsono dan Bambang Pamungkas.

Tim-tim dari Timur Tengah seperti momok bagi Indonesia. Pemain-pemain dari negara seperti UAE, Arab Saudi, Iran dan lain-lain dikenal memiliki postur yang lebih tinggi daripada fisik pemain Indonesia.

Namun, Garuda sejatinya memiliki senjata untuk menghadapi lawan dengan tipikal fisik menjulang yaitu kecepatan.

Di skuat Simon McMenemy, ada pemain-pemain lincah yang mampu lari melesat cepat, sebut saja Riko Simanjuntak dan Andik Vermansah.

Di lini depan, timnas memiliki penyerang haus gol dalam diri Alberto ‘Beto’ Goncalves. Pesepak bola naturalisasi dari Brasil ini sudah membuat 14 gol dari 14 penampilannya bersama timnas Indonesia, termasuk timnas U-23.

Walau usianya sudah menginjak 38 tahun, Beto dikenal memiliki akselerasi yang baik di sekitar kotak penalti lawan dan mempunyai kemampuan yang bagus untuk mencari ruang tembak demi mencetak gol.

Kalau bisa memanfaatkan kelebihan-kelebihan tersebut, Indonesia mempunyai kans besar untuk mencuri tiga poin di Dubai.

“Kami memiliki senjata untuk melawan UAE. Kami akan lakukan yang terbaik dengan apa yang kami punya,” ujar Simon McMenemy.

Baca juga: Indonesia punya senjata untuk taklukkan UAE

Jauh-jauh hari, Beto juga sudah mengingatkan rekan-rekannya untuk tidak kalah sebelum bertanding.

Pemain klub Madura United tersebut tidak ingin timnas Indonesia terpenjara faktor-faktor fisik lawan seperti tinggi badan dan lain-lain.

“Kami harus percaya dengan kualitas kami sendiri. Kami harus optimistis. Lawan bisa saja memiliki postur lebih tinggi atau apa pun, yang jelas kami tidak boleh kalah sebelum berlaga,” tutur Beto.

Tidak ada tim sepak bola yang tidak terkalahkan. Singkatnya, selama bola masih berputar di lapangan, apa saja bisa terjadi.

Klub kecil seperti Leicester City bisa melangkahi para raksasa seperti Manchester United, Manchester City, Liverpool, Chelsea untuk menjadi juara Liga Inggris musim 2015-2016. Itu adalah gelar pertama mereka di level tertinggi Inggris.

Ketika ditanya pewarta soal rahasia sukses skuatnya menjadi yang terbaik di Inggris, pelatih Leicester City saat itu Claudio Ranieri awalnya menjawab ‘tidak tahu’. Namun dia melanjutkan, ”Saya pikir, pemain sudah memberikan hati dan jiwanya ke dalam setiap pertandingan”.

Dalam skala yang lebih kecil, yaitu demi menaklukkan UAE, Indonesia tentu saja mampu mencontoh apa yang dilakukan oleh para pemain Leicester City.

Memberikan segalanya di atas lapangan, tanpa kenal lelah. Demi Garuda di dada, demi Merah Putih di sanubari.

Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2019