Rivadaneira adalag anggota partai dari kubu oposisi, The PAIS Alliance, yang pernah mendukung pemerintah Ekuador saat dipimpin oleh mantan Presiden Rafael Correa.
Baca juga: Presiden Ekuador terapkan pembatasan jam malam
Walaupun demikian, pemerintah Ekuador yang saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Ekuador Lenin Moreno menuding pendukung Correa sebagai provokator kerusuhan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Akibat kerusuhan massa, Moreno pun mengeluarkan kebijakan jam malam yang diawasi militer di ibu kota Ekuador, Quito, sejak Sabtu.
Moreno membatasi aktivitas massa di malam hari guna mengendalikan aksi protes masyarakat yang menentang kebijakan penghematan anggaran (austerity plan) dan kenaikan harga bahan bakar minyak yang mencapai 100 persen.
Baca juga: Ekuador dipimpin Moreno akan bergabung dengan Aliansi Pasifik
Gelombang protes massa di Ekuador telah berlangsung sejak 3 Oktober. Selama kurang lebih satu minggu, ribuan orang berunjuk rasa di pusat Quito, merusak barikade aparat dan membakar ban-ban bekas sebagai simbol protes.
Aksi unjuk rasa itu pun meluas sehingga selama sepekan terakhir aparat keamanan di Ekuador telah menahan kurang lebih 756 orang. Tidak hanya itu, demonstrasi yang berlangsung di Ekuador juga sempat memaksa sekolah, kantor, dan toko-toko tutup.
Selain pemberlakuan jam malam, pemerintah Ekuador juga memindahkan sementara pusat pemerintahan dari Quito ke kota pesisir Guayaquil selama aksi massa berlangsung.
Baca juga: Ekuador bekukan kewarganegaraan Julian Assange
Sumber: Reuters
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019