"Obsidian yang ditemukan dalam bentuk pecahan. Pecahan obsidian ini dihasilkan lewat pemangkasan dari batu inti dalam proses pembuatan alat serpih," kata Hari Suroto, salah satu arkeolog senior dari Balai Arkeologi Papua di Kota Jayapura, Senin.
Obsidian, kata dia, menjadi komoditas utama yang diperdagangkan oleh warga yang mempunyai budaya Lapita.
"Orang-orang Lapita berasal dari Pulau Manus, Britania Baru, sebelah utara Papua Nugini. Mereka melakukan serangkaian perdagangan jarah jauh dengan menggunakan perahu layar bercadik pada 3500 tahun yang lalu," katanya.
Jaringan perdagangan orang Lapita. lanjut dia, termasuk salah satu jaringan dagang yang paling mula-mula sekaligus paling luas jangkauannya pada jaman prasejarah, hingga mencapai Sabah dan Fiji.
Secara geologis, ungkap Hari yang merupakan alumnus Universitas Udayana Bali itu, obsidian tidak didapatkan di Kawasan Danau Sentani dan Pegunungan Cyclops, tapi temuan obsidian di Situs Yomokho, membuktikan bahwa pada masa prasejarah, telah terjadi kontak antara manusia penghuni Danau Sentani dan luar.
"Obsidian yang ditemukan di Situs Yomokho, menunjukkan bahwa kawasan Danau Sentani pada masa prasejarah, menjadi bagian dalam jaringan perdagangan Lapita," ungkapnya.
Hal ini, kata dia, didukung oleh hutan sekitar Danau Sentani dan kawasan Pegunungan Cyclops yang menghasilkan komoditas khas berupa burung cenderawasih, untuk dipertukarkan dengan obsidian-obsidian dari Britania Baru.
Menurut dia, budaya Lapita telah sangat maju sehingga memungkinkan orang Lapita mampu mengadakan perjalanan laut yang sangat jauh sampai bisa mencapai pulau-pulau di Pasifik hingga pesisir utara Papua dan pulau-pulau di lepas pantai Papua.
"Sekitar 2500 tahun yang lalu, jaringan dagang Lapita mengalami kemunduran. Tapi jejaknya ada di sekitar Danau Sentani," katanya.
Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019