• Beranda
  • Berita
  • Pengamat sebut sejumlah risiko yang perlu diwaspadai petani tembakau

Pengamat sebut sejumlah risiko yang perlu diwaspadai petani tembakau

14 Oktober 2019 23:58 WIB
Pengamat sebut sejumlah risiko yang perlu diwaspadai petani tembakau
Seorang perempuan membersihkan rumput liar yang tumbuh dilahan tembakaunya di Kelurahan Manala, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB. FOTO ANTARA/Ahmad Subaidi

Dari 40.000 ton produksi dalam negeri untuk kebutuhan nasional, sekitar 80 persen dihasilkan di Pulau Lombok

Pengamat pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Mataram Prof H Tajidan mengatakan usaha tani tembakau memberikan efek positif bagi perekonomian warga di Pulau Lombok, namun ada beberapa risiko yang harus selalu diwaspadai.

Ia menyebut beberapa risiko itu, antara lain  risiko produksi karena sangat peka dengan perubahan iklim (curah hujan), risiko harga karena berhadapan dengan pasar global, risiko pembiayaan karena membutuhkan modal yang besar, dan risiko kebijakan karena dianggap sebagai sumber banyak penyakit dan penyebab banyak kematian.

"Salah satu cara yang efektif untuk mengantisipasi munculnya risiko adalah dengan menjalin hubungan kemitraan yang baik," katanya ketika menjadi pembicara dalam forum grup diskusi membahas masa depan pertembakauan NTB, di Mataram, Senin.

Lebih jauh ia menjabarkan perkebunan tembakau mampu memberdayakan dan mengangkat harkat hidup warga di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).


"Tidak diragukan bahwa komoditas tersebut menjadi penopang penting ekonomi dan dapat memberdayakan serta mengangkat harkat hidup warga Lombok," kata Tajidan.

Ia menyebutkan peranan perkebunan tembakau dalam memberdayakan dan mengangkat harkat hidup warga Pulau Lombok dapat ditinjau dari karakteristik usaha tani tembakau dan potensinya.

Pulau Lombok merupakan daerah penghasil Tembakau Virginia paling banyak di Indonesia. Di samping menghasilkan tembakau rakyat sebesar 15 persen.

Dari sekitar 140.000 ton kebutuhan Tembakau Virginia di dalam negeri, sekitar 100.000 ton atau sekitar 70 persen dipenuhi dari impor.

"Dari 40.000 ton produksi dalam negeri untuk kebutuhan nasional, sekitar 80 persen dihasilkan di Pulau Lombok," ujarnya.

Ia juga menyebutkan usaha tani tembakau merupakan usaha yang padat modal dan tenaga kerja. Dalam satu hektare luas lahan membutuhkan dana sekitar Rp50 juta dan tenaga kerja yang terserap selama 5-6 bulan sekitar 500 Hari Kerja Orang (HKO).

Hal itu berimplikasi terhadap berkembangnya lembaga keuangan pedesaan, baik formal maupun non-formal, bank maupun non-bank. Selain itu, terciptanya peluang kerja bagi anggota rumah tangga petani tembakau, dan bagi banyak rumah tangga buruh tani.

Jumlah petani dan pengoven tembakau diperkirakan sebanyak 20.000orang dan menyerap tenaga kerja sekitar 156.000 orang.

"Perkebunan tembakau di Lombok juga menciptakan peluang kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat di luar usaha pertanian, seperti usaha dagang, jasa angkutan, dan usaha lain," ucap Tajidan.

Ia mengatakan peranan komoditas tembakau bagi masyarakat Lombok dan NTB secara umum, juga dapat dilihat dari jumlah Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima dari pemerintah pusat.

Pada 2010 DBHCHT yang diterima adalah Rp119 miliar, kemudian terus meningkat setiap tahun. Pada 2019 sudah mencapai Rp295,6 miliar.

"Dana tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi daerah penghasil tembakau di Pulau Lombok, tapi untuk semua daerah kota/kabupaten se-NTB," katanya.

Baca juga: Pabrikan rokok kecil minta pemerintah adil soal kenaikan cukai

 

Pewarta: Awaludin
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019