"Kalau melihat presentasenya di Indonesia itu baru 2 persen, sedangkan negara-negara Eropa sudah mencapai 70 persen. Itu menjadi tantangan" kata Direktur Operasional PT Mutu Agung Lestari, Irham di Jakarta, Kamis.
Rendahnya perusahaan mendaftarkan produk untuk disertifikasi karena kesadaran konsumen di Indonesia terhadap produk yang bersertifikat masih kurang.
Irham juga mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi masyarakat tentang sertifikasi. Pertama, awareness masyarakat yang masih kurang dan kedua, kapitalisasi TIC yang masih kecil.
Berbeda dengan masyarakat Eropa. Di sana mereka menjadikan sertifikasi sebagai pegangan.
“Kalau kita pergi ke Eropa, di sana itu pasti setiap produk sudah ada logo-logo sertifikat dan itu jadi pegangan buat mereka, tapi kalau di Indonesia masih belum,” katanya.
Baca juga: Gabungan pengusaha gencarkan sosialisasi sertifikasi halal ke UMKM
Baca juga: BPJPH bahas tarif layanan Jaminan Produk Halal
Irham juga mengungkapkan tantangan yang ada dalam sektor ini adalah keinginan untuk membayar masyarakat sudah cukup bagus, akan tetapi kemampuan untuk membayar masyarakat masih kurang. Hal itu karena pendapatan/kapita juga masih rendah.
“Kita masih belum bisa membayar karena sertifikat. Kita maunya kalau ada sertifikat dengan harga murah baru kita ambil padahal di situ kan ada proses untuk memperbaiki itu,” ujarnya.
Ketika pendapatan/kapita naik keinginan terhadap produk yang bersertifikat juga akan meningkat.
Faktor yang mendorong orang untuk mendapatkan sertifikat tergantung pada kebutuhan pasar.
“Itu bermacam-macam, yang jelas itu kebutuhan pasar. Misalnya saya memproduksi kayu, kayunya mau saya jual ke luar negeri, saya tidak bisa jual ke sana kalau tidak tersertifikasi, otomatis saya ngikutin, jadi lingkungan harus diciptakan untuk mendorong itu,” ujar Irham
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019