Supaya tidak terlalu melemah, BI mengambil kebijakan 'countercyclical"
Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2019 hanya tumbuh 10 hingga 11 persen atau rentang bawah target Bank Sentral sebesar 10-12 persen.
"Sasaran memang masih 10 persen hingga 12 persen, tapi tampaknya akan di bias bawah, karena jika 12 persen itu sulit," kata Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Retno Ponco Widarti usai diskusi mengenai pembiayaan perumahan untuk milenial di Jakarta, Kamis.
Permintaan kredit yang masih lemah dan juga perlambatan perekonomian global yang membuat perbankan hati-hati dalam menyalurkan pembiayaan menjadi beberapa penyebab proyeksi perlambatan kredit pada tahun ini.
Baca juga: Survei BI: Pertumbuhan kredit baru melambat pada triwulan III-2019
Jika perkiraan BI pada akhir tahun itu tepat, maka pertumbuhan intermediasi perbankan pada tahun ini akan mengalami penurunan dibanding pertumbuhan pada 2018 yang sebesar 12,1 persen.
Retno mengatakan kemungkinan sebagian besar segmen kredit juga mengalami perlambatan. Namun, ada beberapa sektor penyaluran kredit yang berpotensi tumbuh di atas industri seperti kredit konsumsi yakni kredit pemilikan rumah (KPR).
Baca juga: BI turunkan uang muka kredit properti mulai 2 Desember 2019
Otoritas Moneter, ujar Retno, sudah memproyeksikan tren perlambatan pertumbuhan kredit ini sejak pertengahan tahun. Maka itu, BI sudah cukup agresif melonggarkan kebijakan makroprudensial untuk memasok suplai likuiditas ekonomi dan juga melonggarkan kebijakan suku bunga acuan untuk menaikkan permintaan kredit.
Total, BI sudah memangkas suku bunga acuan sebesar 0,75 persen untuk periode Juli hingga September 2019.
"Total pertumbuhan kredit memang bisa lebih rendah dari tahun lalu, untuk kredit properti juga sama akan lebih turun dari tahun lalu. Maka itu kami sudah mulai dari bulan Juli untuk pelonggaran moneter dan makroprudensial," ujar dia.
Saat ini dan ke depannya pada sisa tahun, ujar Retno, BI terus menahan perlambatan pertumbuhan kredit dan ekonomi lebih dalam. Dampak perlambatan perekonomian global tak disangka begitu besar. BI, ujar dia, antara lain menerapkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk "mengobati" kebijakan perbankan dan dunia usaha yang ketat dan cenderung berhati-hati karena dampak dari perlambatan ekonomi global.
"Sekarang sisa tahun tinggal tiga bulan lagi. Pengaruh global ternyata sangat signifikan. Koreksi ke bawah terus. Itu sebabnya, kita mengetahui trennya melemah. Supaya tidak terlalu melemah, BI mengambil kebijakan countercyclical," ujar dia.
Sementara untuk dana pihak ketiga (DPK), BI masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan di 7 hingga 9 persen.
Adapun berdasarkan survei perbankan yang dilaporkan Bank Indonesia (BI) pada kuartal III 2019, terlihat pesimisme bankir yang memproyeksikan pertumbuhan kredit sepanjang 2019 hanya akan sebesar 9,7 persen secara tahunan (year on year/yoy) atau jauh lebih lambat dibandingkan realisasi pertumbuhan kredit 2018 yang sebesar 12,1 persen.
Survei triwulanan itu menggunakan sampel secara purposif terhadap 40 bank umum yang menguasai pangsa pasar kredit sekitar 80 persen dari total kredit.
Sedangkan, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit oleh perbankan hingga Agustus 2019 memang masih di satu digit, yakni 8,59 persen (yoy).
Baca juga: OJK kembali ubah target pertumbuhan kredit jadi 11-13 persen
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019