"Harus pula memiliki kemampuan untuk merancang pesan yang sangat menarik, atraktif, dan juga jelas," katanya, melalui keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat.
Pinckey memaparkan hasil analisis riset komunikasi dari focus group discussions (FGD) yang diselenggarakan Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta bekerjasama dengan komunitas peneliti yang tergabung dalam asosiasi Conquire.
FGD itu dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif terhadap beberapa kelompok spesifik yang mewakili masyarakat di Jakarta, 28 September lalu.
Tema yang diangkat, kata dia, mengenai Kinerja dan Komunikasi Politik Kabinet 2014-2019 dan Harapan Masa Depan Kabinet Kerja II yang disusun oleh presiden yang baru terpilih pada pemilu 2019.
"Sebanyak 14 narasumber dalam FGD ini diminta untuk memberikan pendapat dan harapan secara evaluatif terhadap kondisi komunikasi politik saat Kabinet Kerja I," katanya.
Narasumber yang dijadikan peserta FGD berasal dari berbagai latar belakang, antara lain kelompok pemuda, perempuan, akademisi, budayawan, politisi, profesional dan media.
Dalam FGD itu, kata dia, Jokowi dinilai memiliki kemampuan sebagai komunikator yang baik selama periode pemerintahan 2014-2019, namun kemampuan itu tidak dimiliki sebagian besar menterinya.
"Sebagai presiden yang memiliki tingkat popularitas tinggi, Jokowi juga dinilai bisa berpikir 'out of the box'," katanya.
Pinckey menyebutkan Jokowi juga dianggap mampu menciptakan suasana yang mendorong ke arah dialog yang lebih terbuka dan mempunyai kompetensi komunikasi dalam menyajikan pesan yang jelas, dan atraktif.
Di samping itu, Presiden Jokowi juga mampu untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat di perbatasan dengan membuka akses komunikasi yang setara.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019