Setelah sepekan suasana relatif tenang, pawai pada Ahad diperkirakan menguji kekuatan gerakan pro-demokrasi di Hong Kong, yang sudah dilanda protes-protes selama beberapa bulan. Para penyelenggara kampanye bertekad akan terus melanjutkan aksi mereka kendati polisi menyatakan aksi itu ilegal.
Pada masa lalu, ribuan orang tetap turun ke jalan-jalan tanpa memperhatikan larangan polisi. Pada awalnya, unjuk rasa sering berlangsung damai tetapi kemudian berubah menjadi kerusuhan pada malam.
Pemicu mengapa aksi-aksi unjuk rasa terjadi di Hong Kong ialah proposal yang mengizinkan ekstradisi ke China Daratan, dan juga Taiwan dan Makau. Tetapi rencana tersebut sudah ditarik. Kasus seorang pria Hong Kong yang dituduh membunuh pacarnya di Taiwan sebelum melarikan diri ke kota itu merupakan contoh mengapa sebuah undang-undang ekstradisi dikatakan diperlukan.
Pada Jumat malam pria itu, Chan Tong-kai, yang dijeboskan ke dalam penjara karena pencucian uang, menulis kepada Lam dengan mengatakan ia akan "menyerahkan diri kepada pihak Taiwan" atas tuduhan keterlibatannya kalau dibebaskan, yang bisa berlaku pekan depan.
Lam menyatakan dalam wawancara pada Sabtu dengan lembaga penyiaran RTHK bahwa hal itu melegakan karena bisa mengakhiri kasus tersebut.
Dia mengatakan polisi telah menggunakan kekuatan yang tepat mengatasi protes-protes, dan menangani kerusuhan.
Lebih 2.600 orang telah ditahan sejak protes itu meningkat pada Juni.
Sumber: Reuters
Baca juga: Pemimpin Hong Kong hentikan pidato karena gangguan anggota Parlemen
Baca juga: Pemimpin Hong Kong: Kami tak berencana gunakan kekuatan darurat
Baca juga: Pemimpin Hong Kong: Dialog untuk redakan ketegangan pekan depan
Pewarta: Mohamad Anthoni
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019