Dalam 100 hari pertama pemerintahan harus melakukan harmonisasi kebijakan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin diminta memilih menteri urusan ekonomi, yang memiliki kebijakan efektif dalam jangka pendek dan tidak hanya jangka panjang, agar mampu mengantisipasi ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi ke bawah lima persen di tengah bayang-bayang risiko resesi ekonomi global.
Ekonom Bank Permata Tbk Josua Pardede saat dihubungi di Jakarta, Senin, mengatakan tim menteri ekonomi Jokowi dalam 100 hari pertama pemerintahan harus melakukan harmonisasi kebijakan agar mampu menjaga konsumsi rumah tangga tetap tumbuh kuat dan menarik investasi.
Pemerintahan Jokowi menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa mencapai 5,2 persen, meskipun ekspor dan investasi Indonesia tertekan sepanjang tahun. Pada kuartal II 2019, ekonomi Indonesia baru tumbuh 5,05 persen.
"Perlu melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi sedemikian sehingga dapat memprioritaskan kebijakan jangka pendek dalam rangka mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi tetap di kisaran lima persen di tengah tren perlambatan ekonomi global," kata Josua.
Baca juga: Peneliti harapkan Jokowi pilih menteri ekonomi dari profesional
Baca juga: Menkeu harapkan ekonomi Indonesia di atas 5 persen
Tim ekonomi Jokowi-Ma'ruf, ujar Josua, juga harus menyiapkan kebijakan jangka pendek quick win untuk memperkuat kinerja ekspor nonmigas.
Salah satu caranya adalah memperluas pasar ekspor dan tidak hanya mengandalkan pasar ekspor China.
"Menteri ekonomi perlu membangun hubungan dagang dengan negara-negara nontradisional dalam jangka pendek sembari mendorong percepatan hilirisasi industri domestik," ujar dia.
Selain itu, tim menteri ekonomi juga perlu mengurangi konsumsi impor barang final dengan cara meningkatkan permintaan terhadap barang final produksi dalam negeri yang dapat didorong dengan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Pada kesempatan terpisah, ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira meminta Jokowi-Ma'ruf dalam 100 hari pertama pemerintahan memastikan terjaganya daya beli masyarakat agar pertumbuhan ekonomi domestik tidak semakin melambat dan tetap berada di kisaran 5,1 persen pada tahun ini dan juga tahun depan.
Maka itu, Bhima meminta Jokowi-Ma'ruf kembali mengkaji rencana kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan rencana pencabutan subsidi listrik kelompok 900 VA.
"Kebijakan untuk pencabutan subsidi listrik kelompok 900 VA, misalnya harus dievaluasi ulang. Begitu juga dengan kenaikan iuran BPJS karena berisiko melemahkan daya beli," ujar dia.
Sejalan dengan upaya untuk menjaga daya beli, keberlanjutan pembangunan infrastruktur juga perlu dipastikan Jokowi-Ma'ruf.
Proyek pembangunan infrastruktur menjadi stimulus ekonomi karena membuka lapangan kerja dan menggerakkan sektor ekonomi riil, termasuk bagi perekonomian di daerah.
Dengan begitu, kebijakan ekonomi dapat berjalan inklusif ke seluruh lapisan masyarakat.
"Mulai dari bandara sampai jalan tol yang utilitasnya masih rendah bisa dioptimalkan, sehingga biaya logistik bisa turun ke bawah 20 persen. Janji pengembangan sumber daya manusia (SDM) pun bisa dilakukan secara paralel," ujar dia
Pada Senin atau sehari setelah pelantikan Jokowi-Ma'ruf, Kepala Negara memanggil beberapa tokoh ke Istana Kepresidenan sebagai bagian penyusunan kabinet.
Tokoh-tokoh yang datang ke Istana dari Senin pagi hingga siang adalah Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, pendiri aplikasi transportasi Go-Jek, pengusaha Erick Thohir, pengusaha media Wishnutama, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Bupati Minahasa Selatan Tetty Paruntu.
Baca juga: Wishnutama belum bisa sebut kementerian yang akan dipimpin
Baca juga: Jadi menteri, Nadiem Makarim mundur dari Gojek
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019