Masyarakat adat protes ke Dinas Kehutanan Papua

22 Oktober 2019 00:33 WIB
Masyarakat adat protes ke Dinas Kehutanan Papua
Aliansi Masyarakat Adat Pemilik Hutan Adat wilayah Mamberamo Tami melancarkan aksi protes di Dinas Kehutanan Provinsi Papua, di Kota Jayapura, Senin (21/10/2019) (ANTARA / Alfian Rumagit)

Kami minta Gubernur dan Kapolda Papua mendalami tindakan kejahatan pidana yang bersumber dari dana Otsus Papua

Aliansi Masyarakat Adat Pemilik Hutan Adat wilayah Mamberamo Tami melancarkan aksi protes di Dinas Kehutanan Provinsi Papua guna mempertanyakan izin Hak Pengusaha Hutan (HPH) dan pengelolaan hutan yang dinilai merugikan.

Aksi protes itu dipimpin oleh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Pemilik Hutan Adat wilayah Mamberamo Tami, Robertus Urumban di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Papua yang terletak di Dok IX, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Senin.

"Kami juga ingin mempertanyakan soal kayu milik masyarakat adat yang ditahan atau disita oleh Dinas Kehutanan Papua, apakah masih ditahan, dijual atau dilelang kepada pihak lain," kata Robertus.

Selain itu, kata dia, ada sejumlah tuntutan lainnya kepada Dinas Kehutanan Papua di antaranya soal program pengelolaan hutan masyarakat hukum adat yang dianggarkan setiap tahunnya untuk pengembangan industri kayu rakyat, peningkatan kapasitas masyarakat hukum adat melalui pelatihan, dan sebagainya.

"Tapi kegiatan ini menurut pengamatan kami di lapangan tak pernah dilakukan. Kami minta Gubernur dan Kapolda Papua mendalami tindakan kejahatan pidana yang bersumber dari dana Otsus Papua untuk pengembangan ekonomi rakyat Papua," katanya.

Baca juga: Papua mulai persiapkan proyek pembangunan rendah karbon


Menurut dia, masyarakat adat juga mendesak Dinas Kehutanan Provinsi Papua untuk mencabut izin dari PT Bio Budi daya Nabati, PT Crown Pasifik Abadi, PT Patria Agri Lestari, sebab diduga telah menyalahgunakan izin yang ada.

Masyarakat adat juga menyatakan perang terhadap pengusaha kayu yang ingin memperkaya diri sendiri, dengan inisial FT yang diduga tak menghormati  martabat masyarakat setempat.

"Kami minta FT meninggalkan tanah Tabi 7 x 24 jam. Kami menduga FT bekerja sama dengan JJO,  yang diduga melakukan kejahatan bersama  dengan barang bukti kayu Rp500 juta," katanya menuding.

Mengenai persoalan tersebut, Polda Papua diminta untuk mengusut kembali kasus tersebut, agar memberi rasa aman, di tengah ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat asli Papua.

Baca juga: Program rehabilitasi hutan Papua ditambah menjadi 2.500 hektar


"Kami juga akan melaporkan kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan sejumlah pejabat di Dinas Kehutanan Papua kepada Kapolda Papua,” kata Robertus.

Terkait aksi protes dan tudingan tersebut, Kabid Pengelolaan Hutan di Dinas Kehutanan Papua, Yan R Pugu menjelaskan bahwa pihaknya telah mendorong perizinan untuk masyarakat adat sejak 2010, melalui Perdasus nomor 21 tentang pengelolaan hutan berkelanjutan di Papua yang dijabarkan dalam Pergub nomor 13 tentang izin usaha pemanfaatan kayu masyarakat hukum adat.

"Namun sampai dengan saat ini yang dijabarkan menjadi norma standar prosedur dan kami terus mendorong ke Kementerian Kehutanan yang belum dijawab atau belum disinkronkan, sehingga berguna untuk masyarakat,” ujarnya.

Meski belum terlaksana perizinan masyarakat, menurut Yan hingga kini hal itu dalam proses mekanisme perizinan yang sudah disiapkan untuk bisa memperoleh hak tersebut.

"Saat ini sinkronisasi antara pusat dan daerah dari sisi perizinan, namun di Kementerian belum menyatakan bahwa izin tersebut bisa diberlakukan, sehingga masyarakat di Papua belum bisa memegang izin mengelola," katanya.

 Baca juga: Papua berpotensi miliki Hutan Adat terluas di Indonesia
 

Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019